Minggu, 04 Maret 2012

Valentinan atau Mauludan ya?

Siti Mariatul Mahfudho Naf’an
Pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan sibuk dan berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine's Day. Biasanya mereka saling mengucapkan "selamat hari Valentine", berkirim kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah "hari kasih sayang". Benarkah demikian?
Disini penulis akan mengupas sedikit tentang sejarah dan hukum merayakan Valentine Day dalam perspektif Islam.
1. Sejarah Valentine Day
Menurut data dari Ensiklopedi Katolik, nama Valentinus diduga bisa merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda.
Hubungan antara ketiga martir ini dengan hari raya kasih sayang (valentine) tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I, pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai martir-martir ini namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari.
Santo atau Orang Suci yang di maksud yaitu :
 Pastur di Roma
 Uskup Interamna (modern Terni)
 Martir di provinsi Romawi Afrika.
Sisa-sisa kerangka yang digali dari makam Santo Hyppolytus, diidentifikasikan sebagai jenazah St. Valentinus. Kemudian ditaruh dalam sebuah peti dari emas dan dikirim ke gereja Whitefriar Street Carmelite Church di Dublin, Irlandia. Jenazah ini telah diberikan kepada mereka oleh Paus Gregorius XVI pada tahun 1836. Banyak wisatawan sekarang yang berziarah ke gereja ini pada hari Valentine (14 Februari), di mana peti dari emas diarak dalam sebuah prosesi dan dibawa ke sebuah altar tinggi. Pada hari itu dilakukan sebuah misa yang khusus diadakan dan dipersembahkan kepada para muda-mudi dan mereka yang sedang menjalin hubungan cinta.
Hari raya Valentine Days ini dihapus dari kalender gerejawi pada tahun 1969 sebagai bagian dari sebuah usaha yang lebih luas untuk menghapus santo-santo yang asal-muasalnya tidak jelas, meragukan dan hanya berbasis pada legenda saja. Namun pesta ini masih dirayakan pada paroki-paroki tertentu.
2. Hukum merayakan valentine days
Valentine's Day dengan segala pernak-perniknya sesungguhnya tidak lepas dari arus utama konspiratif yang hendak menghancurkan ketauhidan seperti yang diajarkan para penyampai Risalah sejak Adam a.s. hingga Muhammad SAW. Banyak sisi dari 'hari istimewa' tersebut yang belum banyak diketahui. Banyak yang menyangka umat Islam dilarang mengikuti ritual tersebut semata-mata karena bersumber dari ritual kaum Nasrani. Ini salah besar. Gereja Katolik pun pernah mengeluarkan larangan umatnya untuk ikut-ikutan Valentine's Day. Bahkan Katolik Ensiklopedia menyatakan ritual Valentine's Day berasal dari ritual pemujaan terhadap setan (The Satanic Ritual) dan paganisme. Bukan itu saja, daya hancur Valentine's Day juga dahsyat, terutama dari sisi akidah dan moral. Sasaran utama penghancuran ini tentu saja generasi muda.
Oleh karena itu umat Islam tidak boleh latah ikut-ikutan merayakan hari Valentine. Sebab, perayaan hari Valentine mengadopsi dari budaya umat selain Islam, sehingga tidak patut ditiru umat Islam.
Sejatinya ungkapan kasih sayang atau cinta tidak masalah jika diberikan kepada istri atau suaminya. Tapi hari Valentine, biasanya dijadikan momentum bagi sepasang manusia bukan suami istri untuk menyampaikan rasa cintanya, yang kemudian bahkan diikuti dengan perbuatan lain yang menjurus mesum yang jelas-jelas hukumnya haram.
Melaksanakan hari valentine day sama dengan tasyabbuh, yang artinya meniru-niru kebiasaan orang lain. Tasyabbuh sendiri hukumnya ada yang boleh, haram dan wajib. Sedangkan meniru-niru kebiasaan umat lain seperti valentine hukumnya adalah haram. Sebagaimana sabda Rasululloh SAW :
(من تشبّه بقوم فهو منهم (رواه أبو داود
Yang artinya : “Barang siapa yang menyerupai sebuah kaum maka dia menjadi bagian dari mereka.”
Daripada merayakan hari valentine, lebih baik mengikuti pengajian Maulid Nabi, demikian pesan dari penulis.
Diambil dari beberapa sumber