Informasi Haji 2011 PCI NU Sudan

Berita terbaru mengenai Haji 2011 Safarina Travel PCI NU Sudan. Silahkan klik judul di atas untuk selengkapnya.

Pelantikan PCINU Sudan 2011-2012

Acara Pelantikan PCINU Sudan 2011-2012 di Wisma NU Sudan. Silahkan klik judul di atas untuk selengkapnya.

Eksistensi NU di Era Modern

Acara HARLAH NU yang mengangkat tema Eksistensi NU di Era Modern. Silahkan klik judul di atas untuk selengkapnya.

JSQ NU Sudan Hadiri Dukungan untuk Sudan

Jamiyyah Syifa’ul Qulub hadir dalam undangan Jaliyyah al-Arabiyyah wal Islamiyyah di Sudan. Silahkan klik judul di atas untuk selengkapnya.

Pelantikan NU Sudan Masa Khidmat 2010-2011

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Khartoum Sudan masa Khidmat 2010-2011 resmi dilantik. Silahkan klik judul di atas untuk selengkapnya.

"HAMKA" Diskusi Reguler LAKPESDAM NU Sudan

Acara Diskusi Reguler LAKPESDAM NU Sudan kali ini mengangkat sosok HAMKA. Silahkan klik judul di atas untuk selengkapnya.

Rabu, 03 Agustus 2011

Sudan Selatan jadi Negara Termuda

JUBA (RP) - Warga Sudan Selatan merayakan momen bersejarah setelah negeri mereka secara resmi tercatat sebagai negara termuda di dunia. Mereka pun pesta dan berdoa demi masa depan negeri mereka yang baru berpisah dengan Sudan Utara dalam referendum yang dihelat pada Januari lalu.


Kini, warga di sana memulai tugas berat untuk membangun bangsa (nation building). "Itu adalah pekerjaan yang sangat besar dan berat. Tetapi, kami siap membuat dan ingin ibu kota kami terlihat kian cantik," ujar John Goi Deng, seorang tokoh pemuda, sambil melihat ribuan bendera kertas dan botol dari plastik yang memenuhi area Lapangan Pembebasan, Juba, tempat perayaan pesta pada Sabtu (9/7) waktu setempat atau kemarin pagi WIB (10/7).

Sejumlah pemuda dengan sukarela mengumpulkan sampah dari lapangan yang dijubeli ribuan warga malam sebelumnya. Saat itu, mereka menyaksikan proklamasi kemerdekaan dan pengibaran bendera nasional Sudan Selatan. "Ini titik awal pembangunan negeri ini. Bersihkan dulu, baru pembangunan bisa dilakukan," terang Deng.

PBB secara resmi telah mengakui dan menyatakan Sudan Selatan sebagai negara baru. Tantangan yang akan dihadapi negara miskin akibat sengketa tersebut adalah konflik dengan pemberontak selatan maupun suksesi pemerintahan baru.

"Kegembiraan di tengah kemerdekaan jelas akan terganggu oleh masalah seperti di selatan dan utara (pemberontakan)," terang Zach Vertin, analis Sudan di International Crisis Group.

Selama ini Sudan terpecah menjadi wilayah utara dengan mayoritas penduduk beragama Islam serta wilayah utara yang penduduknya beretnis Afrika dan umumnya beragama Kristen. Lebih dari satu dekade warga di dua wilayah tersebut sering bertikai akibat perbedaan latar belakang mereka.

Untuk menyelesaikan konflik, pada 9 Januari lalu diadakan referendum yang menentukan masa depan Sudan Selatan. Hasilnya, ternyata mayoritas warga mendukung pemisahan selatan dari utara. (AFP/cak/dwi) 

METODE CEPAT BELAJAR BAHASA ARAB


Berikut metode cepat untuk menguasai dan mempermudah belajar bahasa arab:

1. Hendaknya kita mengikhlaskan niat dalam belajar untuk menunaikan kewajiban kita kepada Allah dan membekali diri dengan ilmu agar bisa beramal saleh. Karena amal tidak akan diterima tanpa niat dan cara yang benar. Sementara niat dan cara yang benar tidak akan diperoleh kecuali dengan ilmu. Oleh sebab itu imam Bukhari rahimahullah membuat sebuah bab dalam Kitabul Ilmi di kitab sahih Bukhari yang berjudul ‘Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan’. Dalilnya adalah firman Allah (yang artinya), “Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan (yang benar) selain Allah dan mintalah ampunan untuk dosamu…” (QS. Muhammad: 19). Selain itu hendaknya kita berdoa kepada Allah untuk diberikan ilmu yang bermanfaat.

2. Sebelum lebih jauh mempelajari kaidah bahasa Arab maka sudah semestinya kita mempelajari cara membaca Al-Qur’an dengan benar sesuai dengan hukum-hukum tajwid agar tidak salah dalam membaca atau mengucapkan. Padahal, salah baca atau salah ucap akan menimbulkan perbedaan makna bahkan memutarbalikkan fakta. Suatu kata yang seharusnya berkedudukan sebagai pelaku berubah menjadi objek dan seterusnya. Tentu saja hal ini –membaca dengan benar serta mengikuti kaidah-tidak bisa disepelekan.

3. Menambah kosakata merupakan salah satu sebab utama untuk melancarkan proses belajar kaidah dan membaca kitab. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membeli Kamus Bahasa Arab-Indonesia seperti Al-Munawwir, atau dengan membeli kamus kecil Al-Mufradat yang berisi kosakata yang sering digunakan dalam kitab-kitab para ulama. Selain itu bisa juga dengan membeli satu jenis buku dengan 2 versi; asli bahasa Arab dan terjemahan. Dengan memiliki kitab berbahasa Arab akan memacu pemiliknya untuk bisa membacanya. Sedangkan dengan terjemahannya akan membantu dalam proses belajar membaca kitab ketika menemukan kata-kata atau ungkapan yang susah dimengerti.

4. Hendaknya mencari guru yang benar-benar memahami materi kaidah bahasa Arab dan bisa mengajarkannya. Untuk poin ini mungkin sangat bervariasi –tidak bisa diberi batasan yang kaku-, karena tingkat pemahaman orang terhadap kaidah bahasa arab juga bertingkat-tingkat. Hanya saja yang dimaksud di sini adalah perlunya memilih guru yang mengajarkan materi dengan dasar ilmu bukan dengan kebodohan.

5. Dibutuhkan kesabaran untuk terus mengikuti pelajaran dan mengulang-ulang pelajaran (muraja’ah) agar pemahaman yang dimiliki semakin kuat tertanam. Apabila menemukan hal-hal yang belum dipahami hendaknya segera menanyakan kepada pengajar atau orang yang lebih tahu dalam hal itu. Az-Zuhri rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya ilmu itu dicari seiring dengan perjalanan siang dan malam, barangsiapa yang ingin mendapatkan segudang ilmu secara tiba-tiba niscaya ilmu yang diperolehnya akan cepat hilang.”

6. Hendaknya bersungguh-sungguh dalam belajar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami niscaya Kami pun akan memudahkan baginya jalan-jalan menuju keridhaan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69). Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa di dalam ayat ini Allah ta’ala mengaitkan antara hidayah dengan kesungguh-sungguhan/jihad. Maka orang yang paling besar hidayahnya adalah orang yang paling besar kesungguhan/jihadnya. Pepatah arab mengatakan, “Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, niscaya dia akan mendapatkan.”

7. Untuk bisa mendukung pembelajaran bahasa Arab bagi pemula maka mengikuti kajian-kajian kitab berbahasa Arab merupakan salah satu sarana yang paling efektif untuk membiasakan diri dengan kata atau istilah bahasa Arab yang termaktub di kitab-kitab para ulama. Kitab-kitab yang sudah semestinya dikaji oleh pemula adalah kitab-kitab yang membahas perkara-perkara agama yang harus dipahaminya seperti kitab yang membahas dasar-dasar tauhid semacam Al-Qawa’id Al-Arba’, Tsalatsatu Ushul, dan Kitab Tauhid yang ketiga-tiganya merupakan karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Apabila tidak bisa mengikuti secara langsung maka bisa diupayakan dengan mendengarkan CD kajiannya atau bahkan kalau ada yang berupa format VCD.

8. Membaca buku pelajaran kaidah bahasa Arab. Buku-buku pelajaran kaidah bahasa Arab dengan pengantar bahasa Indonesia yang bisa didapatkan misalnya; Ilmu Nahwu Praktis sistem belajar 40 jam karya A. Zakaria (untuk pemula) dan Ringkasan Kaidah-Kaidah Bahasa Arab karya Ustadz Aunur rafiq Ghufron, Lc. (untuk menengah). Atau bagi yang ingin mendengarkan audio pelajaran bahasa Arab bisa mendownload di internet dengan alamat http://badar.muslim.or.id
Semoga berhasil dengan cepat menguasai bahasa arab. รƒmรฎn.

Biografi Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari (260-324 H)

Biografi Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari (260-324 H

Beliau adalah al-Imam Abul Hasan Ali bin Ismail bin Abu Bisyr Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa Al-Asy’ari Abdullah bin Qais bin Hadhar. Abu Musa Al-Asy’ari adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang masyhur.

Beliau -Abul Hasan Al-Asy’ari- Rahimahullah dilahirkan pada ta­hun 260 H di Bashrah, Irak.

Beliau Rahimahullah dikenal dengan kecerdasannya yang luar biasa dan ketajaman pemahamannya. Demi­kian juga, beliau dikenal dengan qana’ah dan kezuhudannya.

Guru-gurunya

Beliau Rahimahullah mengambil ilmu kalam dari ayah tirinya, Abu Ali al-Jubai, seorang imam kelompok Mu’tazilah.

Ketika beliau keluar dari pemikiran Mu’tazilah, beliau Rahimahullah memasuki kota Baghdad dan mengambil hadits dari muhaddits Baghdad Zakariya bin Yahya as­-Saji. Demikian juga, beliau belajar kepada Abul Khalifah al-Jumahi, Sahl bin Nuh, Muhammad bin Ya’qub al-Muqri, Abdurrahman bin Khalaf al-Bashri, dan para ula­ma thabaqah mereka.

Taubatnya dari aqidah Mu’tazilah

Al-Hafizh Ibnu Asakir ber­kata di dalam kitabnya Tabyin Kadzibil Muftari fima Nusiba ila Abil Hasan al-Asy’ari, ”Abu Bakr Ismail bin Abu Muhammad al­-Qairawani berkata, ‘Sesungguh­nya Abul Hasan al-Asy’ari awalnya mengikuti pemikiran Mu’tazilah selama 40 tahun dan jadilah beliau seorang imam mereka. Suatu saat beliau menyepi dari manusia selama 15 hari, sesudah itu beliau kembali ke Bashrah dan shalat di masjid Jami’ Bashrah. Seusai shalat Jum’at beliau naik ke mimbar se­raya mengatakan:

Wahai manusia, sesungguhnya aku menghilang dari kalian pada hari-hari yang lalu karena aku melihat suatu permasalahan yang dalil-dalilnya sama-­sama kuat sehingga tidak bisa aku tentukan mana yang haq dan mana yang batil, maka aku memohon pe­tunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Allah memberikan petunjuk kepada­ku yang aku tuliskan dalam kitab- kitabku ini, aku telah melepaskan diriku dari semua yang sebelum­nya aku yakini, sebagaimana aku lepaskan bajuku ini.

Beliau pun melepas baju beliau dan beliau serahkan kitab-kitab tersebut kepada manusia. Ketika ahlul hadits dan fiqh membaca kitab-kitab tersebut me­reka mengambil apa yang ada di dalamnya dan mereka mengakui kedudukan yang agung dari Abul Hasan al-Asy’ari dan menjadikan­nya sebagai imam.’”

Para pakar hadits (Ashhabul hadits) sepakat bahwa Abul Hasan al-Asy’ari adalah salah seorang imam dari ashhabul hadits.

Beliau ber­bicara pada pokok-pokok agama dan membantah orang-orang menye­leweng dari ahli bid’ah dan ahwa’ dengan menggunakan al-Qur’an dan Hadits dengan pemahaman para sahabat. Beliau adalah pedang yang terhu­nus atas Mu’taziah, Rafidhah, dan para ahli bid’ah.

Abu Bakr bin Faurak berkata, ”Abul Hasan al-Asy’ari keluar dari pemikiran Mu’tazilah dan mengikuti madzhab yang sesuai dengan para sahabat pada tahun 300 H.”

Abul Abbas Ahmad bin Mu­hammad bin Khalikan berkata dalam kitabnya, Wafayatul A’yan (2/446), ”Abul Hasan al-Asy’ari awalnya mengikuti pemikiran Mu’tazilah kemudian bertaubat.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir berka­ta dalam kitabnya, al-Bidayah wan Nihayah (11/187), “Sesungguhnya Abul Hasan al-Asy’ari awalnya adalah seorang Mu’tazilah kemu­dian bertaubat dari pemikiran Mu’tazilah di Bashrah di atas mimbar, kemudian beliau tampakkan aib-aib dan kebobrokan pemikiran Mu’tazilah.”

Al-Hafizh adz-Dzahabi ber­kata dalam kitabnya, al-Uluw lil Aliyyil Ghaffar, ”Abul Hasan al­Asy’ari awalnya seorang Mu’tazilah mengambil ilmu dari Abu Ali al-­Juba’i, kemudian beliau lepaskan pemikiran Mu’tazilah dan jadilah beliau mengikuti Sunnah dan mengikuti para imam ahli hadits.”

Tajuddin as-Subki berkata dalam kitabnya, Thabaqah Syafi­’iyyah al-Kubra (2/246), ”Abul Hasan al-Asy’ari -mengikuti pe­mikiran Mu’tazilah selama 40 tahun hingga menjadi imam ke­lompok Mu’tazilah. Ketika Alloh menghendaki membela agama­Nya dan melapangkan dada beliau untuk ittiba’ kepada al-Haq maka beliau menghilang dari manusia di rumahnya.” (Kemudian Tajuddin as-Subki menyebutkan apa yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Asakir di atas).

Ibnu Farhun al-Maliki berkata dalam kitabnya Dibajul Madz­hab fi Ma’rifati A’yani Ulama’il Madzhab (hal. 193), ”Abul Hasan al-Asy’ari awalnya adalah seorang Mu’tazilah, kemudian keluar dari pemikiran Mu’tazilah kepada madzhab yang haq madzhabnya para sahabat. Banyak yang heran dengan hal itu dan bertanya se­babnya kepada beliau, Maka be­liau menjawab bahwa beliau pada bulan Ramadhan bermimpi bertemu Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang memerintahkan ke­pada beliau agar kembali kepada kebenaran dan membelanya, dan demikianlah kenyataannya -walhamdulillahi Taala-.”

Murtadha az-Zabidi berkata dalam kitabnya Ittihafu Sadatil Muttaqin bi Syarhi Asrari lhya’ Ulumiddin (2/3), ”Abul Hasan al-Asy’ari mengambil ilmu kalam dari Abu Ali al-Jubba’i (tokoh Mu’tazilah), kemudian beliau tinggalkan pemikiran Mu’tazilah dengan sebab mimpi yang beliau lihat, beliau keluar dari Mu’tazilah secara terang-terangan, beliau naik mimbar Bashrah pada hari Jum’at dan menyeru dengan lantang, ‘Barangsiapa yang telah mengenaliku maka sungguh telah tahu siapa diriku dan barangsiapa yang belum kenal aku maka aku adalah Ali bin Ismail yang dulu aku mengatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk, bahwasanya Allah tidak bisa dilihat di akhirat dengan mata, dan bah­wasanya para hamba menciptakan perbuatan-perbuatan mereka. Dan sekarang lihatlah aku telah bertau­bat dari pemikiran Mu’tazilah dan meyakini bantahan atas mereka,’ kemudian mulailah beliau mem­bantah mereka dan menulis yang menyelisih pemikiran mereka.”


Kemudian az-Zabidi berkata, “Ibnu Katsir berkata, Para ulama menyebutkan bahwa Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari memiliki tiga fase pemikiran:
Pertama mengikuti pemikiran Mu’tazilah yang kemu­dian beliau keluar darinya,
Kedua menetapkan tujuh sifat aqliyyah, yaitu; Hayat, Ilmu, Qudrah, Iradah, Sama’, Bashar, dan Kalam, dan beliau menakwil sifat-sifat khabariyyah seperti wajah, dua tangan, telapak kaki, betis, dan yang semisalnya.
Ketiga adalah menetapkan semua sifat Allah tan­pa takyif dan tasybih sesuai man­haj para sahabat yang merupakan metode beliau dalam kitabnya al-Ibanah yang beliau tulis belakangan.’”

Murid-muridnya

Di antara murid-muridnya adalah Abul Hasan al-Bahili, Abul Hasan al-Karmani, Abu Zaid al­-Marwazi, Abu Abdillah bin Mu­jahid al-Bashri, Bindar bin Husain asy-Syairazi, Abu Muhammad al­-Iraqi, Zahir bin Ahmad as-Sara­khsyi, Abu Sahl Ash-Shu’luki, Abu Nashr al-Kawwaz Asy-Syairazi, dan yang lainnya.

Tulisan-tulisannya

Di antara tulisan-tulisan be­liau adalah: al-Ibanah an Ushuli Diyanah, Maqalatul Islamiyyin, Risalah Ila Ahli Tsaghr, al-Luma’ fi Raddi ala Ahlil Bida’, al-Mujaz, al-Umad fi Ru’yah, Fushul fi Raddi alal Mulhidin, Khalqul A’mal, Kita­bush Shifat, Kitabur Ruyah bil Ab­shar, al-Khash wal ‘Am, Raddu Alal Mujassimah, Idhahul Burhan, asy­-Syarh wa Tafshil, an-Naqdhu alal Jubai, an-naqdhu alal Balkhi, Jum­latu Maqalatil Mulhidin, Raddu ala lbni Ruwandi, al-Qami’ fi Raddi alal Khalidi, Adabul Jadal, Jawabul Khurasaniyyah, Jawabus Sirafiyyin, Jawabul Jurjaniyyin, Masail Mantsurah Baghdadiyyah, al- Funun fi Raddi alal Mulhidin, Nawadir fi Daqaiqil Kalam, Kasyful Asrar wa Hatkul Atsar, Tafsirul Qur’an al­-Mukhtazin, dan yang lainnya.

al-Imam Ibnu Hazm Rohimahullah berkata, “al-Imam Abul Hasan al-­Asy’ari memiliki 55 tulisan.

Di antara perkataan-­perkataannya

al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari Rohimahullah berkata dalam kitabnya al-Ibanah an Ushuli Diyanah hal. 17: Apabila seseorang bertan­ya, “Kamu mengingkari perkataan Mu’tazilah, Qadariyyah, Jahmi­yyah, Haruriyyah, Rafidhah, dan Murji’ah. Maka terangkan kepada kami pendapatmu dan keyaki­nanmu yang engkau beribadah ke­pada Allah dengannya!” Jawablah, “Pendapat dan keyakinan yang kami pegangi adalah berpegang teguh dengan kitab Rabb kita, sunnah Nabi kita Shalallahu ‘alaihi wasallam dan apa yang diriwayatkan dari para sahabat, tabi’in, dan para ahli hadits. Kami berpegang teguh dengannya. Dan berpendapat dengan apa yang di­katakan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal.”

Ringkas perkataan kami bah­wasanya kami beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-­kitabNya, para rasulNya, dan apa yang dibawa oleh mereka dari sisi Allah dan apa yang diriwayatkan oleh para ulama yang terpercaya dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, kami tidak akan menolak sedikitpun. Sesung­guhnya Allah adalah Ilah yang Esa, tiada sesembahan yang berhak di­ibadahi kecuali Dia, Dia Esa dan tempat bergantung seluruh makh­luk, tidak membutuhkan anak dan istri. Dan bahwasanya Muham­mad Shalallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan urusan­Nya. Allah mengurusnya dengan membawa petunjuk dan dien yang benar. Surga dan neraka benar adanya. Hari kiamat pasti datang, tidak ada kesamaran sedikitpun. Dan Allah akan membangkitkan yang ada di kubur. Allah berse­mayam di atas Arsy seperti dalam firmanNya: “Alloh bersemayam di atas ‘Arsy”. (QS. Thaha: 5)

Allah memiliki dua tangan, tapi tidak boleh ditakyif, seperti dalam firmanNya:
“Telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku”. (QS. Shad: 75) dan fir­manNya
“Tetapi kedua-dua tangan Alloh ter­buka.” (QS. al-Maidah: 64)

Allah memiliki dua mata tanpa di­takyif, seperti dalam firmanNya:
“Yang berlayar dengan pengawasan mata Kami.” (QS. al-Qamar: 14)

Siapa yang menyangka bahwa nama-nama Allah bukanlah Al­lah maka sungguh dia sesat, Allah berilmu seperti dalam firmanNya “Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan ilmu-Nya.” (QS. Fathir: 11)

Kita menetapkan bahwa Allah mendengar dan melihat, kita tidak menafikannya seperti dilakukan oleh orang-orang Mu’tazilah, Jah­miyyah, dan Khawarij.”

Beliau berkata dalam kitab­nya Maqalatul lslamiyyin wa lkhti­lafil Mushallin hal. 290: Kesim­pulan apa yang diyakini oleh ahli hadits dan Sunnah bahwasanya mereka mengakui keimanan kepa­da Allah, para malaikatNya, kitab­-kitabNya, para rasulNya, dan apa yang dibawa oleh mereka dari sisi Allah dan apa yang diriwayatkan oleh para ulama yang terpercaya dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka tidak akan menolak sedikitpun. Dan bahwasanya Allah adalah Ilah yang Esa, tiada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Dia, Dia Esa dan tempat bergantung seluruh makh­luk, tidak membutuhkan anak dan istri. Dan bahwasanya Muham­mad Shalallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan­Nya.

Mereka memandang wajib­nya menjauhi setiap penyeru kepada kebid’ahan dan hendaknya menyibukkan diri dengan mem­baca al-Qur’an, menulis atsar-­atsar, dan menelaah fiqih, dengan selalu tawadhu’, tenang, berakhlak yang baik, menebar kebaikan, menahan diri dari mengganggu orang lain, meninggalkan ghibah dan namimah, dan berusaha mem­perhatikan keadaan orang yang kekurangan.

Inilah kesimpulan dari apa, yang mereka perintahkan, amalkan, dan mereka pandang, dan kami mengatakan sebagaimana yang kami sebutkan dari mereka dan kepada ini semua kami ber­madzhab, dan tidaklah kami mendapatkan taufiq kecuali dari Allah.”

Wafatnya

al-Imam Abul Hasan al­-Asy’ari wafat di Baghdad pada tahun 324 H. Semoga Allah meridhoi­nya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya.

Sumber: Siyar A’lamin Nubala’ oleh Adz­-Dzahabi 15/85-90, dan Tarjamah Abul Hasan al-Asy’ari.

Kutipan dari sini.

Permasalahan Seputar Puasa dan Zakat


1. Batalkah puasanya orang yang disuntik?
Jawaban: Tidak
Maraji’: (Busyrol Karim 68)
2. Bagaimana Hukum orang yang sakit yang takut bertambah parah kemudian berniat mengqadha puasa tetapi belum sempat mengqadhanya karena meninggal dunia?
Jawaban:
Orang yang meninggalkan puasa karena sakit,jika telah sembuh dan ada kesempatan untuk mengqadhanya, maka wajib qadha sebelum datang ramadhan berikutnya.
Jika tidak mengqadha sampai ajal tiba padahal ada kesempatan mengqadha maka wajib dibayarkan fidyah dari hartanya sebanyak 1 mud atau 5/6 liter beras per hari yang ditinggalkan.
Tetapi jika sakit terus tanpa ada kesempatan mengqadha hingga meninggal maka ia terbebas dari qadha dan fidyahnya
Maraji’: (Hamisy asSarqawi ala Tahrir juzI : 441; QS. AlBaqarah:185; HR AtTirmidzi)
3. Bagaimana hukumnya orang yang menyusui apakah wajib berpuasa atau tidak? Karena anak ini tidak minum kecuali ASI. Apabila tidak berpuasa apakah harus mengqodlo' di bulan lain atau mungkin membayar denda saja?
Jawaban:
Agama Islam tidak membebani sesuatu di luar batas kemampuan para pemeluknya. Seorang ibu yang menyusui jika dia berpuasa dapat menghawatirkan kondisi anaknya, maka agama memberikan kemudahan kepadanya untuk berbuka (tidak berpuasa), namun sebagai konpensasinya, dia tetap diwajibkan qodlo dan membayar fidyah berupa makanan pokok sebesar 1 mud (6 ons) setiap harinya untuk diberikan kepada fuqara masakin. Jika dia menghawatirkan kondisi dirinya dan anaknya sekaligus, maka dia diperbolehkan berbuka, namun dia tetap diwajibkan qodlo (tanpa membayar fidyah)
Maraji': Ianatut Thalibin II, 272

Diposkan oleh RIBATH NURUL HIDAYAH 

TASAWUF DAN PUASA MELAHIRKAN MANUSIA BERTAKWA


Prof. Drs. K.H. Djamaan Nur
Pembina Tasawuf & Tarekat Surau Mambaul Amin - Provinsi Bengkulu

Tasawuf adalah ilmu bagaimana kita membersihkan rohani dari segala sesuatu yang mazmumah/tercela atau sifat-sifat yang dilarang oleh Allah SWT dan menumbuhkan sifat-sifat mahmudah/terpuji. Sehingga kita dapat bertakarub (mendekatkan diri) dan beribadah kepada allah dengan baik dan sempurna. Dengan tasawuf, kita akan membasmi/menghilangkan sifat-sifat tercela dan menumbuhkan sifat-sifat terpuji yang disuruh oleh allah SWT.

Bila sifat-sifat tercela tidak ada pada rohani kita maka timbulah sifat terpuji. Sehingga orang mau melaksanakan segala yang diperintahkan oleh allah dan dengan sendirinya meninggalkan apa yang dilarang allah.

Tasawuf adalah ilmu mendekatkan dan membersihkan diri rohani manusia. Adapun cara serta sistemnya dinamakan tarekat, sedangkan isi dari suatu peramalan tasawuf/tarekat adalah berzikir kepada allah. Dalam artian khusus maupun dalam artian umum. Singkatnya, tasawuf adalah ilmunya, sedangkan tarekat adalah bagaimana melaksanakan ilmu tersebut yang isinya adalah zikir.

Setiap amal ibadah umum maupun ibadah mahdah (ibadah yang ada ketentuan syarat dan rukunnya) dan sah/batalnya. Ada padanya syariat dan hakikat. Umpamanya, syariat salat. Ada padanya syariat yakni syarat salat dan rukun salat yang dilaksanakan secara zahir atau kasat mata sehingga bisa dilihat perbuatan manusianya. Dan ada padanya hakikat, yakni inti dan tujuan ibadah salat itu sendiri. Dimana seseorang berdialog, beraudiensi, munajat (berdoa) kepada allah SWT. Jadi, orang salat itu secara hakikatnya adalah munajat sekaligus beraudiensi menghadap allah SWT. Orang yang beribadah demikian, dikatakan salatnya khusuk. Sedangkan orang yang tidak merasakan adanya munajat dan audiensi kepada allah, dikatakan salatnya sahun/lalai/tidak konsentrasi.

Dalam hadis, rasulullah bersabda: “Assalatu mikrajul mukminin” artinya, salat itu adalah mikrajnya (menghadap/beraudiensi) orang mukmin. Itulah tanda salat orang yang khusuk. Dalam al-quran (QS:al-ankabut:45) allah berfirman - yang artinya, “sesungguhnya salat itu mencegah perbuatan fakhsyak dan munkar”. Kalau ada orang yang salat, tapi masih juga berbuat fakhsyak dan munkar, berarti salatnya sahun/lalai. Sedangkan orang yang salatnya khusuk, tentunya tidak akan berbuat fakhsyai wal munkar lagi. Orang yang mempunyai sifat-sifat mahmudah akan membuahkan takwa. Demikian juga dalam berpuasa. Ada syariat dan hakikatnya yang akan membuahkan takwa.

Rasulullah bersabda: “Kam min shaimin, laisalahu minsiamihi illal ju’a wal ‘athasy” artinya, banyak sekali orang berpuasa tidak ada yang didapatinya kecuali haus dan lapar. Puasa orang yang demikian, sudah pasti puasa yang hanya syariat atau lahirnya saja sedangkan batinnya tidak ada. Padahal, batin/ruh puasa bertujuan menekan hawa nafsu amarah. Yakni nafsu menurut kehendak hawa nafsu yang dikendalikan iblis & setan. Seseorang punya nafsu untuk memiliki harta, berumah tangga dan mendapatkan tahta/kedudukan. Nafsul amarah adalah nafsu yang semata-mata sifatnya duniawi. Karenanya, dia tidak mempedulikan bagaimana memperoleh/mendapatkan nafsu-nafsu itu baik dengan cara halal ataupun haram. Nafsul amarah adalah nafsu tamak, karena itu mungkin dia mendapatkannya dengan cara yang haram atau melawan hukum. Seperti nafsu sex = berzinah, nafsu harta = mencuri, merampok, korupsi hingga membunuh. Nafsu tahta = mungkin dengan cara yang tidak jujur, penggelembungan suara (Caleg/Cakada/Pilpres). Yang demikian ini, pasti dimurkai allah. Sehingga kalau orang berpuasa, tidak ada padanya hakikat yang demikian maka puasanya menjadi puasa yang tidak membuahkan takwa.

Dalam kajian tasawuf, ada tiga tingkat puasa. Pertama, puasa orang awam atau umum. Adalah puasa menahan nafsu sex, haus dan lapar, mungkin juga ada hakikatnya tapi sangat sedikit. Tingkat puasa kedua adalah puasa khusus yakni puasa dari nafsu sex, nafsu makan dan minum tapi juga mempuasakan dari hal-hal yang membatalkan pahala puasa. Contoh, tidak bergunjing/membicarakan aib orang lain, menjadi provokator atau menyuruh orang berbuat yang terlarang termasuk menjadi mucikari. Puasa ketiga adalah yang lebih tinggi nilainya. Istilahnya khawasil khawas (khusus, lebih khusus lagi) yakni puasanya para nabi, rasul dan para wali allah. Yakni puasa yang tidak tergoda oleh keindahan dan kemegahan dunia yang ada di depan mata dan sekelilingnya.

Hadis Bukhari – Muslim, agama islam meliputi tiga pilar yakni islam, iman dan ihsan. Pilar pertama adalah islam, isinya mengenai lima rukun islam dengan disiplin ilmu fikih atau syariat. Puasa, masuk dalam rukun ke-empat. Pilar kedua adalah iman, dengan rukun iman yang enam. Disiplin ilmunya adalah ilmu tauhid/usuludin/tentang ketuhanan. Pilar ketiga adalah ihsan yang membahas tentang hakikat dari gabungan kedua pilar sebelumnya (islam dan iman) dimana disiplin ilmunya adalah tasawuf.

Ketiga pilar agama islam ini harus dilaksanakan secara menyeluruh, utuh dan tidak setengah-setengah. Allah berfirman: “Ya ayyuhallazi na aamanu udkhulu fissilmi kaaffah wala tattabi’u khutuwatissyaitan innahu lakum aduwwum mubin” (QS: al-bakarah:208) artinya, wahai orang-orang yang beriman, laksanakan olehmu seluruh pola ajaran dan amal islam itu sacara kaffah (menyeluruh). Dan, janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.

Iblis merupakan nama makhluk halus. Sedangkan setan adalah perbuatan keji dari iblis itu. Dalam diri setiap manusia, ada iblis yang membisikkan perbuatan keji. Sehingga kalau manusia itu melaksanakan bisikan iblis tadi maka manusia itu juga bernama setan. Misalnya pelaku perkosaan, pembunuh dan pelaku perampokan.Ajaran tasawuf dengan metode zikir, pasti mampu mengusir dan menghancurkan sarang-sarang iblis dan setan yang ada pada diri manusia.Dengan demikian, jelaslah bahwa tasawuf ada di dalam koridor islam.(**)

Sumber.

MENEGASKAN ANSOR SEBAGAI PEWARIS NU


Oleh: Dwi S. Nugroho

Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nusron Wahid berkali-kali menegaskan bahwa Ansor sebagai gerakan generasi muda NU memegang teguh Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 1945 sekaligus Ahlussunnah wal Jamaah. Tidak ada hal baru memang dalam statemen ini. Jauh sebelumnya hampir empat dasawarsa NU telah mengambil pilihan itu. Gus Dur sebagai corong utama NU telah meletakkan dasar-dasar hubungan NU dan negara.
 

Tak terkecuali, kepemimpinan KH Said Aqiel Siroj juga meneruskan platform tersebut. Dalam taushiyahnya saat Harlah ke-85 NU di Gelora Bung Karno, Ketum PBNU menegaskan komitmen dan tanggungjawab kultural NU untuk mempertahankan Islam toleran, ummat wasathan yang moderat. Waketum As’ad Said Ali juga menegaskan Pancasila sebagai jalan kemaslahatan menjadi pilihan warga Nahdliyin, selain penegasan kesetiaan pada NKRI dan UUD 1945.

Ansor mengklaim diri sebagai gerakan Islam inklusif seraya menegaskan perlawanannya terhadap gerakan Islam fundamentalis. Titik tekannya pada keharmonisan Islam dengan nasionalisme, pluralisme, kebebasan beragama, demokrasi, kesetaraan jender, dan penolakan terhadap konsep Khilafah Islamiyah. Itulah prinsip-prinsip yang menjadi visi kepemimpinan Ansor di bawah Ketua Umum Nusron Wahid, sebagaimana tergambar dalam buku “Ansor dan Gerakan Islam Inklusif”. 

Dalam kaitan Islam dengan nasionalisme, ditegaskan bahwa meskipun Islam sebagai agama yang kaffah meliputi segenap aspek kehidupan, namun dapat penerapannya harus bersinergi dengan konsep negara kebangsaan yang telah menjadi komitmen berdirinya negara ini. Ketika Islam menghendaki masuk ke ranah negara maka harus bersimbiosis, setidaknya gagasan nasionalis religius menjadi tawaran yang moderat.
 

Di satu sisi negara tidak benar-benar sekuler terhadap kehidupan agama, melainkan memberikan perlindungan terhadap kehidupan beragama. Sebaliknya, agama memberikan inspirasi dan menjadi sumber dalam pembentukan hukum nasional dengan dikeluarkannya berbagai perundang-undangan berspiritkan Islam. Oleh karena itu, apa yang disebut dengan syariat Islam dengan perjuangan tujuh kata Piagam
Jakarta menjadi tidak relevan. 

Islam inklusif juga memastikan adanya toleransi terhadap pluralisme, baik pluralitas agama dengan penghargaan terhadap pemeluk agama lain, maupun pluralitas budaya, tradisi dan adat istiadat. Islam juga mengajarkan adanya kebebasan beragama, karena sejatinya urusan beragama merupakan urusan manusia dengan Tuhan. Dalam arti tidak ada paksaan dalam agama. Hal ini tentu relevan dengan makna UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: “(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Islam juga menghargai adanya Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai hak yang melekat pada manusia, yang diberikan oleh Tuhan dan tak ada kekuasaan apapun yang boleh mencabutnya. HAM versi barat dalam Universal Declaration of Human Rights tidak perlu dipertentangkan dengan konsep Islam. Sebab, Deklarasi Islam tentang HAM juga memiliki kesamaan secara substansial. Bahkan konsep Piagam Madinah yang monumental sebagai perjanjian luhur mencerminkan sikap humanis dan egaliter dalam memperlakukan manusia lainnya.

Islam juga mengenal konsep musyawarah sebagaimana dalam Qur’an Al-Syura ayat 38 dan Ali Imran 159, dimana keharusan satu keputusan sebagai hasil musyawarah, namun membuka juga kemungkinan suara terbanyak. Dalam musyawarah memutlakkan adanya persamaan antar sesama umat, yang tentunya relevan dengan konsep egalitarian dalam demokrasi. Sebagaiman kata intelektual Iqbal “hakeket tauhid sebagai gagasan kerja adalah persamaan, solidaritas dan kebebasan.” 

Islam inklusif tidak mempertentangkan Islam dengan barat, akibat sejarah hubungan Islam dan barat di masa lalu yang penuh konflik sejak paruh waktu abad 19. Tesis Huntington tentang
 The Clash of Civilization memang tak dapat dibantah seluruhnya. Namun harus dikaji ulang apakah yang terjadi benturan peradaban atau benturan kepentingan? Untuk merespon hal itu reaksi dunia muslim dengan mengembangkan dialog yang intensif, selain juga bersikap kritis terhadap berbagai pengetahuan yang dikembangkan dan untuk kepentingan barat.

Gerakan Islam inklusif juga mengecam ideologi Islam fundamantalisme dengan terorisme sebagai turunannya. Pasalnya, citra Islam sebagai agama damai menjadi rusak karenanya. Oleh karena itu, fundamantalisme sama sekali tidak mewakili Islam, karena kecenderungan gerakan-gerakan tersebut mempolitisir dan mendistorsi substansi ajaran Islam itu sendiri. Tak ayal lagi, makna jihad pun harus direkonstruksi ulang. Jihad yang dimaknai sebagai perang suci atas nama agama cenderung menyesatkan. Pandangan ini bisa memunculkan stigma Islam disebarluaskan dengan cara perang, padahal Islam agama cinta damai. Gerakan Islam inklusif juga menolak konsep Khilafah Islamiyah sebagai tawaran final bentuk negara yang sesuai dengan cita-cita Islam.

Terakhir, Islam inklusif merupakan Islam rahmatan lil alamin yang mampu menjadi penuntun jalannya sejarah sekaligus mengayomi umat manusia. Islam juga membawa perubahan ke arah lebih baik menuju sistem sosial yang adil. Sebagaimana pesan qur’an dalam Al-Anbiya:“Dan tidakkah Kami (Allah) mengutusmu (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam.”

Menurut hemat penulis, jika merujuk pada visi ideal yang terurai dalam buku ini, Ansor niscaya menjadi penerus nilai-nilai Nahdlatul Ulama. Sekarang tinggal pelaksanaannya yang dalam pengamatan penulis masih belum ideal. Nuansa pragmatisme dan politik praktis amant kental dalam kebijakan dan sepak terjang Ansor di masa lalu. Oleh karena itu, kita sambut gagasan dan visi sahabat Nusron Wahid dengan harapan adanya satu kata dengan perbuatan. Ansor, NU menunggu kiprah konkritmu untuk kebesaran Jamaah pendukung Ahlusunnah Wal Jama’ah. Selamat Harlah ke-85 NU. 

* Generasi Muda NU, Ketua LBH&HAM PB PMII

RAMADHAN BERKAH PESANTREN MODERN NUR EL FALAH TINGKATKAN KEGIATAN PARA SANTRI SERANG, NU ONLINE



Pondok pesantren modern Nur El Falah yang berada di Kampung Kubang,Desa Tunjung Teja Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang Propinsi Banten yang telah berdiri sejak tahun 1943 ini memiliki sejumlah program Ramadhan yang tergabung dalam Aktifitas Ibadah Ramadhan (AIR) setiap tahun dikala menjelang bulan suci Ramadhan bagi para santrinya.

Program AIR tersebut terdiri dari beberapa Kajian Al-Qur’an, Dzikir, Sholat Tarawih,
dan pendalaman agama Islam seputar Puasa di bulan Ramadhan. Hal ini dilakukan para pengurus pondok pesantren untuk menambah motivasi dan mengingatkan para santri tentang ibadah puasa yang di lakukan selama satu bulan penuh.

“Semua program itu memang sudah menjadi kegiatan rutin dari pesantren kami setiap tahun disaat bulan puasa. Dan para santri di wajibkan mengikuti seluruh kegiatan ini, demi memacu semangat dan menambah pemahaman mereka dalam berpuasa,” ujar Pembina Pondok Pesantren Nur El Falah, Idy Faridi Hakim.

Ponpes Nur El Falah juga menyediakan beberapa program unggulan seperti kajian kitab kuning dan penggunaan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari. Di tempat itu juga telah banyak para alumni/lulusan dari pesantren Nur El Falah yang juga menyediakan sekolah formal lainnya,telah menjadi pejabat penting dan orang yang disegani, serta menjadi panutan banyak orang. Idy mencontohkan seperti Drs H Ahmad Kurdi Moekri selaku Anggota DPR RI, adalah lulusan MTS Mu’allimin di pesantren tersebut.

Dalam kesempatan tersebut, Idy menjelaskan seputar sejarah singkat dari pesantren Nur El Falah yang di binanya. Dikatakan Idy, pesantren tersebut didirikan oleh KH Abdul Khabier pada masa penjajahan tahun 1943. Namun di tahun 1948 pada saat terjadinya agresi militer Belanda yang kedua, tempat tersebut dibakar habis oleh Belanda, dan yang tersisa hanyalah gedung Madrasah Ibtida’iyah yang berada di seberang pesantren. Dan setelah kejadian tersebut, Pondok pesantren yang sudah habis di bakar itu dibiarkan begitu saja selama 9 tahun, tanpa di perhatikan keberadaannya.

“Tempat itu mulai dirintis lagi oleh KH Abdul Khabier ketika dirinya menduduki jabatan didalam pemerintahan sebagai pejabat kawedanan Pamarayan pada tahun 1950-1952. Dan 1952-1959 menjadi kawedanan Ciomas,sekaligus pejabat konstituante di Bandung sebagai aktifis Nahdatul Ulama, dan menang dalam pemilu pertamanya di tahun 1955.

Hingga akhirnya pada tahun 1959, KH Abdul Khabier menjadi pejabat direktorat pendidikan Agama Islam, barulah tempat itu mulai dibenahi kembali dengan mendirikan sekolah Formal tingkat SMP dan SMU Muallimin, dan hingga kini tempat tersebut semakin berkembang dan diminati para orang tua yang menginginkan anaknya mengenyam pendidikan pondok pesantren.

“Saat ini jumlah keseluruhan santri yang kami miliki mencapai 2200 orang,terdiri dari putra-putri. Akan tetapi dari jumlah itu, tempat kami hanya dapat menampung 300 orang untuk tinggal dan menetap di dalam pesantren, jadi yang lainnya banyak yang ngontrak rumah ataupun pulang pergi,” terangnya.

Yuni, santri di tenpat tersebut mengaku senang belajar di pesantren Nur El Falah yang mengajarkan setiap santri wajib menggunakan bahasa Arab dan Inggris dalam berkomunikasi setiap hari, dan mendalami pelajaran kitab kuning. akan tetapi ia mengeluhkan kondisi
kobong ( kamar Santri-Red) yang terbatas. Ia berharap pengurus pesantren dapat menambahkobong agar lebih banyak santri yang tinggal di dalam.

“Setiap santri wajib berbahasa Inggris dan Arab saat ngobrol dengan siapa saja. dan disini juga beda dengan pesantren lain pada umumnya. Karena disini kami dipadukan antara pelajaran formal dan agama Islam yang mendalam. Dan ini sangat baik bagi kami, dan saya harap pengurus bisa menambah
 kobong untuk santri lain yang ingin masuk dan menuntut ilmu disini,” ujarnya.

Kesepakatan Ulama: Talfiq Tidak Dibenarkan




Secara bahasa talfiq berarti melipat. Sedangkan yang dimaksud dengan talfiq secara syar’i adalah mencampur-adukkan pendapat seorang ulama dengan pendapat ulama lain, sehingga tidak seorang pun dari mereka yang membenarkan perbuatan yang dilakukan tersebut

Muhammad Amin al-Kurdi mengatakan:

(ุงู„ุฎุงู…ุณ) ุนุฏู… ุงู„ุชู„ููŠู‚ ุจุฃู† ู„ุงูŠู„ูู‚ ููŠ ู‚ุถูŠุฉ ูˆุงุญุฏุฉ ุงุจุชุฏุงุก ูˆู„ุงุฏูˆุงู…ุงุจูŠู† ู‚ูˆู„ูŠู† ูŠุชูˆู„ุฏู…ู†ู‡ู…ุงุญู‚ูŠู‚ุฉ ู„ุงูŠู‚ูˆู„ ุจู‡ุงุตุงุญุจู‡ู…ุง (ุชู†ูˆูŠุฑุงู„ู‚ู„ูˆุจ , 397)

“(syarat kelima dari taqlid) adalah tidak talfiq, yaitu tidak mencampur antara dua pendapat dalam satu qadliyah (masalah), baik sejak awal, pertengahan dan seterusnya, yang nantinya, dari dua pendapat itu akan menimbulkan satu amaliyah yang tak pernah dikatakan oleh orang bberpendapat.” (Tanwir al-Qulub, 397)

Jelasnya, talfiq adalah melakukan suatu perbuatan atas dasar hukum yang merupakan gabungan dua madzhab atau lebih. Contohnya sebagai berikut:

a.    Seseorang berwudlu menurut madzhab Syafi’I dengan mengusap sebagian (kurang dari seperempat) kepala. Kemudian dia menyentuh kulit wanita ajnabiyyah (bukan mahram-nya), dan langsung shalat dengan mengikuti madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa menyentuh wanita ajnabiyyah tidak membatalkan wudlu. Perbuatan ini disebut talfiq, karena menggabungkan pendapatnya Imam Syafi’I dan Hanafi dalam masalah wudlu. Yang pada akhirnya, kedua Imam tersebut sama-sama tidak mengakui bahwa gabungan itu merupakan pendapatnya. Sebab, Imam Syafi’I membatalkan wudlu seseorang yang menyentuh kulit lain jenis. Sementara Imam Hanafi tidak mengesahkan wudlu seseorang yang hanya mengusap sebgaian kepala.

b.    Seseorang berwudlu dengan mengusap sebagian kepala, atau tidak menggosok anggota wudlu karena ikut madzhab imam Syafi’i. lalu dia menyentuh anjing, karena ikut madzhab Imam Malik yang mengatakan bahwa anjing adalah suci. Ketika dia shalat, maka kedua imam tersebut tentu sama-sama akan membatalkannya. Sebab, menurut Imam Malik wudlu itu harus dengan mengusap seluruh kepala dan juga dengan menggosok anggota wudlu. Wudlu ala Imam Syafi’I, menurut Imam Malik adalah tidak sah. Demikian juga anjing menurut Imam Syafi’i termasuk najis mughallazhah (najis yang berat). Maka ketika menyentuh anjing lalu shalat, shalatnya tidak sah. Sebab kedua imam itu tidak menganggap sah shalat yang dilakukan itu.
Talfiq semacam itu dilarang agama. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab I’anah al-Thalibin:

ูˆูŠู…ุชู†ุน ุงู„ุชู„ููŠู‚ ููŠ ู…ุณุฆู„ุฉ ูƒุฃู† ู‚ู„ุฏู…ุงู„ูƒุง ููŠ ุทู‡ุงุฑุฉ ุงู„ูƒู„ุจ ูˆุงู„ุดุงูุนูŠ ููŠ ุจุนุถ ุงู„ุฑุฃุณ ููŠ ุตู„ุงุฉ ูˆุงุญุฏุฉ (ุงุนุงู†ุฉ ุงู„ุทุงู„ุจูŠู† , ุฌ 1 ุต 17)

“talfiq dalam satu masalah itu dilarang, seperti ikut pada Imam Malik dalam sucinya anjing dan ikut Imam Syafi’I dalam bolehnya mengusap sebagian kepala untuk mengerjakan shalat.” (I’anah al-Thalibin, juz 1, hal 17)
Sedangkan tujuan pelarangan itu adalah agar tidak terjadi tatabbu’ al-rukhash (mencari yang mudah), tidak memanjakan umat Islam untuk mengambil yang ringan-ringan. Sehingga tidak akan timbul tala’ub (main-main) di dalam hukum agama. Atas dasar ini maka sebenarnya talfiq yang dimunculkan bukan untuk mengekang kebebasan umat Islam untuk memilih madzhab. Bukan pula untuk melestarikan sikap pembelaan dan fanatisme terhadap madzhab tertentu. Sebab talfiq ini dimunculkan dalam rangka menjaga kebebasan bermadzhab agar tidak disalahpahami oleh sebagian orang.

Untuk menghindari adanya talfiq yang dilarang ini, maka diperlukan adanya suatu penetapan hukum dengan memilih salah satu madzhab dari madzahib al-arba’ah yang relevan dengan kondisi dan situasi Indonesia. Misalnya, dalam persoalan shalat (mulai dari syarat, rukun dan batalnya) ikut madzhab Syafi’i. untuk persoalan sosial kemasyarakatan mengikuti madzhab Hanafi. Sebab, diakui atau tidak bahwa kondisi Indonesia mempunyai cirri khas tersendiri. Tuntutan kemashlahatan yang ada berbeda dari satu tempat dengan tempat lain.

sumber: Muhyiddin Abdusshomad, Fiqih Tradisionalis, Malang:Pustaka Bayan, 2004,

ู…ุงุฆุฉ ุญุฏูŠุซ ููŠ ูุถู„ ุตูˆู… ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู†


ู…ุฃุฎูˆุฐุฉ ู…ู† ุงู„ูƒุชุงุจ : ูƒู†ุฒ ุงู„ุนู…ุงู„ ููŠ ุณู†ู† ุงู„ุฃู‚ูˆุงู„ ูˆุงู„ุฃูุนุงู„

ุนู„ุงุก ุงู„ุฏูŠู† ุนู„ูŠ ุจู† ุญุณุงู… ุงู„ุฏูŠู† ุงู„ู…ุชู‚ูŠ ุงู„ู‡ู†ุฏูŠ ุงู„ุจุฑู‡ุงู† ููˆุฑูŠ (ุงู„ู…ุชูˆูู‰ : 975ู‡ู€)

1 - ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุดู‡ุฑ ูƒุชุจ ุนู„ูŠูƒู… ุตูŠุงู…ู‡ ูˆุณู†ู†ุช ู„ูƒู… ู‚ูŠุงู…ู‡، ูˆู…ู† ุตุงู…ู‡ ูˆู‚ุงู…ู‡ ุฅูŠู…ุงู†ุง ูˆุงุญุชุณุงุจุง ุฎุฑุฌ ู…ู† ุฐู†ูˆุจู‡ ูƒูŠูˆู… ูˆู„ุฏุชู‡ ุฃู…ู‡. (ู‡ู€  ุนู† ุนุจุฏ ุงู„ุฑุญู…ู† ุจู† ุนูˆู).
2 - ุฅู† ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ู‚ุฏ ุงูุชุฑุถ ุนู„ูŠูƒู… ุตูˆู… ุฑู…ุถุงู†، ูˆุณู†ู†ุช ู„ูƒู… ู‚ูŠุงู…ู‡، ูู…ู† ุตุงู…ู‡ ูˆู‚ุงู…ู‡ ุฅูŠู…ุงู†ุง ูˆุงุญุชุณุงุจุง ูˆูŠู‚ูŠู†ุง ูƒุงู† ูƒูุงุฑุฉ ู„ู…ุง ู…ุถู‰ . (ู† ู‡ุจ ุนู† ุนุจุฏ ุงู„ุฑุญู…ู† ุจู† ุนูˆู).
3 - ุฃุชุงูƒู… ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุดู‡ุฑ ู…ุจุงุฑูƒ ูุฑุถ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠูƒู… ุตูŠุงู…ู‡ ุชูุชุญ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆุชุบู„ู‚ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌุญูŠู…، ูˆุชุบู„ ููŠู‡ ู…ุฑุฏุฉ ุงู„ุดูŠุงุทูŠู†، ูˆููŠู‡ ู„ูŠู„ุฉ ุฎูŠุฑ ู…ู† ุฃู„ู ุดู‡ุฑ ู…ู† ุญุฑู… ุฎูŠุฑู‡ุง ูู‚ุฏ ุญุฑู… . (ุญู… ู† ู‡ุจ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
4 - ุฅุฐุง ุฌุงุก ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ุงุฑ ูˆุตูุฏุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† . (ู‚ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
5 - ุฅุฐุง ุฌุงุก ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฑุญู…ุฉ، ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุฌู‡ู†ู…، ูˆุณู„ุณู„ุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู†. (ู† ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ)
6 - ุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุตูุฏุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† ูˆู…ุฑุฏุฉ ุงู„ุฌู† ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ุงุฑ، ูู„ู… ูŠูุชุญ ู…ู†ู‡ุง ุจุงุจ، ูˆูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ ูู„ู… ูŠุบู„ู‚ ู…ู†ู‡ุง ุจุงุจ ูˆูŠู†ุงุฏูŠ ู…ู†ุงุฏ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุฎูŠุฑ ุฃู‚ุจู„، ูˆูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุดุฑ ุฃู‚ุตุฑ، ูˆู„ู„ู‡ ุนุชู‚ุงุก ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ ูˆุฐู„ูƒ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ . (ุช  ู‡ู€ ุญุจ ูƒ ู‡ู‚ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
7 - ุฃุธู„ูƒู… ุดู‡ุฑูƒู… ู‡ุฐุง ุจู…ุญู„ูˆู ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู…ุง ู…ุฑ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ุดู‡ุฑ ู‡ูˆ ุฎูŠุฑ ู…ู†ู‡، ูˆู„ุง ูŠุฃุชูŠ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ู†ุงูู‚ูŠู† ุดู‡ุฑ ู‡ูˆ ุดุฑ ู„ู‡ู… ู…ู†ู‡، ุฅู† ุงู„ู„ู‡ ูŠูƒุชุจ ุฃุฌุฑู‡ ูˆุซูˆุงุจู‡ ู…ู† ู‚ุจู„ ุฃู† ูŠุฏุฎู„ ูˆูŠูƒุชุจ ูˆุฒุฑู‡ ูˆุดู‚ุงุกู‡ ู…ู† ู‚ุจู„ ุฃู† ูŠุฏุฎู„، ูˆุฐู„ูƒ ุฃู† ุงู„ู…ุคู…ู† ูŠุนุฏ ููŠู‡ ุงู„ู†ูู‚ุฉ ู„ู„ู‚ูˆุฉ ููŠ ุงู„ุนุจุงุฏุฉ، ูˆูŠุนุฏ ููŠู‡ ุงู„ู…ู†ุงูู‚ ุงุบุชูŠุงุจ ุงู„ู…ุคู…ู†ูŠู†، ูˆุงุชุจุงุน ุนูˆุฑุงุชู‡ู…، ูู‡ู… ุบู†ู… ู„ู„ู…ุคู…ู† ูˆู†ู‚ู…ุฉ ุนู„ู‰ ุงู„ูุงุฌุฑ . (ุญู… ู‡ู‚ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
8 - ุฅู† ู„ุฃู‡ู„ูƒ ุนู„ูŠูƒ ุญู‚ุง ุตู… ุฑู…ุถุงู† ูˆุงู„ุฐูŠ ูŠู„ูŠู‡ ูˆูƒู„ ุฃุฑุจุนุงุก ูˆุฎู…ูŠุณ ูุฅุฐู† ุฃู†ุช ู‚ุฏ ุตู…ุช ุงู„ุฏู‡ุฑ ูˆุฃูุทุฑุช . (ุฏ ุช ุนู† ู…ุณู„ู… ุงู„ู‚ุฑุดูŠ).
9 - ู‡ุฐุง ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ู‚ุฏ ุฌุงุกูƒู… ุชูุชุญ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ ูˆุชุบู„ู‚ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ุงุฑ ูˆุชุณู„ุณู„ ููŠู‡ ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† . (ุญู… ู† ุนู† ุฃู†ุณ)
10 - ุฃูˆู„ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุฑุญู…ุฉ، ูˆูˆุณุทู‡ ู…ุบูุฑุฉ، ูˆุขุฎุฑู‡ ุนุชู‚ ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ . (ุงุจู† ุฃุจูŠ ุงู„ุฏู†ูŠุง ููŠ ูุถู„ ุฑู…ุถุงู†، ุฎุท ูˆุงุจู† ุนุณุงูƒุฑ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
11 - ุฑู…ุถุงู† ุดู‡ุฑ ู…ุจุงุฑูƒ ุชูุชุญ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆุชุบู„ู‚ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุณุนูŠุฑ ูˆุชุตูุฏ ููŠู‡ ุงู„ุดูŠุงุทูŠู†، ูˆูŠู†ุงุฏูŠ ู…ู†ุงุฏ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุฎูŠุฑ ู‡ู„ู… ูˆูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุดุฑ ุฃู‚ุตุฑ . (ุญู… ู‡ุจ ุนู† ุฑุฌู„).
12 - ุณูŠุฏ ุงู„ุดู‡ูˆุฑ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูˆุฃุนุธู…ู‡ุง ุญุฑู…ุฉ ุฐูˆ ุงู„ุญุฌุฉ . (ุงู„ุจุฒุงุฑ، ู‡ุจ ุนู† ุฃุจูŠ ุณุนูŠุฏ)
13 - ู„ูŠุณ ู„ูŠูˆู… ูุถู„ ุนู„ู‰ ูŠูˆู… ููŠ ุงู„ุตูŠุงู… ุฅู„ุง ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูˆูŠูˆู… ุนุงุดูˆุฑุงุก. (ุทุจ ู‡ุจ ุนู† ุงุจู† ุนุจุงุณ).
14- ุงุจุณุทูˆุง ุจุงู„ู†ูู‚ุฉ ููŠ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุฅู† ุงู„ู†ูู‚ุฉ ููŠู‡ ูƒุงู„ู†ูู‚ุฉ ููŠ ุณุจูŠู„ ุงู„ู„ู‡ . (ุงุจู† ุฃุจูŠ ุงู„ุฏู†ูŠุง ููŠ ูุถู„ ุฑู…ุถุงู† - ุนู† ุถู…ุฑุฉ ูˆุฑุงุดุฏ ุงุจู† ุณุนุฏ، ู…ุฑุณู„ุง).
15- ุตูˆู… ุซู„ุงุซุฉ ุฃูŠุงู… ููŠ ูƒู„ ุดู‡ุฑ ูˆุฑู…ุถุงู† ุฅู„ู‰ ุฑู…ุถุงู† ุตูˆู… ุงู„ุฏู‡ุฑ ูˆุฅูุทุงุฑู‡ . (ู‡ู€ ุญู… ู…  ุนู† ุฃุจูŠ ู‚ุชุงุฏุฉ).
16- ุตูˆู… ุดู‡ุฑ ุงู„ุตุจุฑ ูˆุซู„ุงุซุฉ ุฃูŠุงู… ู…ู† ูƒู„ ุดู‡ุฑ ุตูˆู… ุงู„ุฏู‡ุฑ . (ุญู… ู‡ู‚ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
17- ุตูˆู… ุดู‡ุฑ ุงู„ุตุจุฑ ูˆุซู„ุงุซุฉ ุฃูŠุงู… ู…ู† ูƒู„ ุดู‡ุฑ ูŠุฐู‡ุจู† ูˆุญุฑ  ุงู„ุตุฏุฑ . (ุงู„ุจุฒุงุฑ ุนู† ุนู„ูŠ ูˆุนู† ุงุจู† ุนุจุงุณ. ุงู„ุจุบูˆูŠ ูˆุงู„ุจุงุฑูˆุฏูŠ ุทุจ ุนู† ุงู„ุชู…ุฑ ุจู† ุชูˆู„ุจ).
18- ุฐุงูƒุฑ ุงู„ู„ู‡ ููŠ ุฑู…ุถุงู† ู…ุบููˆุฑ ู„ู‡ ูˆุณุงุฆู„ ุงู„ู„ู‡ ููŠู‡ ู„ุง ูŠุฎูŠุจ . (ุทุณ  ู‡ุจ ุนู† ุนู…ุฑ).
19- ุฅุฐุง ุฏุฎู„ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุฌู‡ู†ู… ูˆุณู„ุณู„ุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† . (ุญู… ู‚  ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
20- ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ุฅูŠู…ุงู†ุง ูˆุงุญุชุณุงุจุง ุบูุฑ ู„ู‡ ู…ุง ุชู‚ุฏู… ู…ู† ุฐู†ุจู‡ . (ุญู…  ู‚  ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
21- ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ุฅูŠู…ุงู†ุง ูˆุงุญุชุณุงุจุง ุบูุฑ ู„ู‡ ู…ุง ุชู‚ุฏู… ู…ู† ุฐู†ุจู‡ ูˆู…ุง ุชุฃุฎุฑ . (ุฎุท ุนู† ุงุจู† ุนุจุงุณ).
22- ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ูˆุฃุชุจุนู‡ ุณุชุง ู…ู† ุดูˆุงู„ ูƒุงู† ูƒุตูˆู… ุงู„ุฏู‡ุฑ . (ุญู… ู… ุนู† ุฃุจูŠ ุฃูŠูˆุจ).
23- ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ูˆุณุชุง ู…ู† ุดูˆุงู„ ูƒุงู† ูƒุตูˆู… ุงู„ุฏู‡ุฑ . (ุญู… ู…  ุนู† ุฃุจูŠ ุฃูŠูˆุจ).
24- ู…ู† ู‚ุงู… ุฑู…ุถุงู† ุฅูŠู…ุงู†ุง ูˆุงุญุชุณุงุจุง ุบูุฑ ู„ู‡ ู…ุง ุชู‚ุฏู… ู…ู† ุฐู†ุจู‡ . (ู‚  ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
25- ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ูˆุณุชุง ู…ู† ุดูˆุงู„ ูˆุงู„ุฃุฑุจุนุงุก ูˆุงู„ุฎู…ูŠุณ ุฏุฎู„ ุงู„ุฌู†ุฉ . (ุญู… ุนู† ุฑุฌู„).
26- ุดู‡ุฑุงู† ู„ุง ูŠู†ู‚ุตุงู† ุดู‡ุฑุง ุนูŠุฏ: ุฑู…ุถุงู† ูˆุฐูˆ ุงู„ุญุฌุฉ . (ุญู… ู‚  ุนู† ุฃุจูŠ ุจูƒุฑุฉ).
27- ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุดู‡ุฑ ุงู„ู„ู‡ ูˆุดู‡ุฑ ุดุนุจุงู† ุดู‡ุฑูŠ، ุดุนุจุงู† ุงู„ู…ุทู‡ุฑ، ูˆุฑู…ุถุงู† ุงู„ู…ูƒูุฑ . (ุงุจู† ุนุณุงูƒุฑ ุนู† ุนุงุฆุดุฉ).
28- ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูŠูƒูุฑ ู…ุง ุจูŠู† ูŠุฏูŠู‡ ุฅู„ู‰ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุงู„ู…ู‚ุจู„ . (ุงุจู† ุฃุจูŠ ุงู„ุฏู†ูŠุง ููŠ ูุถู„ ุฑู…ุถุงู† - ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
29- ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ู…ุนู„ู‚ ุจูŠู† ุงู„ุณู…ุงุก ูˆุงู„ุฃุฑุถ ู„ุง ูŠุฑูุน ุฅู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุฅู„ุง ุจุฒูƒุงุฉ ุงู„ูุทุฑ . (ุงุจู† ุดุงู‡ูŠู† ููŠ ุชุฑุบูŠุจู‡ ูˆุงู„ุถูŠุงุก ุนู† ุฌุฑูŠุฑ).
30- ุฅู†ู…ุง ุณู…ูŠ ุงู„ุฑู…ุถุงู† ู„ุฃู†ู‡ ูŠุฑู…ุถ ุงู„ุฐู†ูˆุจ . (ู…ุญู…ุฏ ุจู† ู…ู†ุตูˆุฑ ุงู„ุณู…ุนุงู†ูŠ ูˆุฃุจูˆ ุฒูƒุฑูŠุง ูŠุญูŠู‰ ุจู† ู…ู†ุฏู‡ ููŠ ุฃู…ุงู„ูŠู‡ู…ุง ุนู† ุฃู†ุณ).
(ุงู„ุฅูƒู…ุงู„)
31- ุฌุงุกูƒู… ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุงู„ู…ุจุงุฑูƒ ูู‚ุฏู…ูˆุง ููŠู‡ ุงู„ู†ูŠุฉ ูˆูˆุณุนูˆุง ููŠู‡ ุงู„ู†ูู‚ุฉ . (ุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ ุนู† ุงุจู† ู…ุณุนูˆุฏ).
32- ู‚ุฏ ุฌุงุกูƒู… ุงู„ุดู‡ุฑ ุงู„ู…ุจุงุฑูƒ ูู‚ุฏู…ูˆุง ููŠู‡ ุงู„ู†ูŠุฉ ูˆูˆุณุนูˆุง ููŠู‡ ุงู„ู†ูู‚ุฉ ูุฅู† ุงู„ุดู‚ูŠ ู…ู† ุดู‚ูŠ ููŠ ุจุทู† ุฃู…ู‡، ูˆุงู„ุณุนูŠุฏ ู…ู† ุณุนุฏ ููŠ ุจุทู† ุฃู…ู‡ ูˆููŠู‡ ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู‚ุฏุฑ ุฎูŠุฑ ู…ู† ุฃู„ู ุดู‡ุฑ ู„ุง ูŠุญุฑู… ุฎูŠุฑู‡ุง ุฅู„ุง ูƒู„ ู…ุญุฑูˆู… . (ุงุจู† ุตุตุฑู‰ ููŠ ุฃู…ุงู„ูŠู‡ ุนู† ุงุจู† ู…ุณุนูˆุฏ).
33- ุฃุชุงูƒู… ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุดู‡ุฑ ุฎูŠุฑ ูˆุจุฑูƒุฉ . (ุงุจู† ุงู„ู†ุฌุงุฑ ุนู† ุนู…ุฑ).
34- ุฃุชุงูƒู… ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุดู‡ุฑ ุจุฑูƒุฉ ููŠู‡ ุฎูŠุฑ ูŠุบุดูŠูƒู… ุงู„ู„ู‡ ููŠู†ุฒู„ ุงู„ุฑุญู…ุฉ ูˆูŠุญุท ููŠู‡ ุงู„ุฎุทุงูŠุง، ูˆูŠุณุชุฌุงุจ ููŠู‡ ุงู„ุฏุนุงุก، ูŠู†ุธุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฅู„ู‰ ุชู†ุงูุณูƒู… ูˆูŠุจุงู‡ูŠ ุจูƒู… ู…ู„ุงุฆูƒุชู‡ ูุฃุฏูˆุง ุงู„ู„ู‡ ู…ู† ุฃู†ูุณูƒู… ุฎูŠุฑุง، ูุฅู† ุงู„ุดู‚ูŠ ู…ู† ุญุฑู… ููŠู‡ ุฑุญู…ุฉ ุงู„ู„ู‡ ุนุฒ ูˆุฌู„. (ุทุจ ูˆุงุจู† ุงู„ู†ุฌุงุฑ ุนู† ุนุจุงุฏุฉ ุงุจู† ุงู„ุตุงู…ุช).
35- ุฅุฐุง ุฌุงุก ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฑุญู…ุฉ ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุฌู‡ู†ู… ูˆุณู„ุณู„ุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† . (ู† ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
36- ุฅุฐุง ุฌุงุก ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฑุญู…ุฉ ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุฌู‡ู†ู…، ูˆุณู„ุณู„ุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† . (ุญู… ุฎ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
37- ุฅุฐุง ุฏุฎู„ ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุณู…ุงุก، ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ุงุฑ، ูˆุตูุฏุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† . (ู† ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ)
38- ุฅุฐุง ูƒุงู† ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุฌู‡ู†ู…، ูˆุณู„ุณู„ุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† . (ุญุจ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
39- ุชูุชุญ ููŠู‡ ูŠุนู†ูŠ ููŠ ุฑู…ุถุงู† ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆุชุบู„ู‚ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ุงุฑ، ูˆุชุบู„ ููŠู‡ ุงู„ุดูŠุงุทูŠู†، ูˆูŠู†ุงุฏูŠ ู…ู†ุงุฏ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุฎูŠุฑ ู‡ู„ู… ูˆูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุดุฑ ุฃู‚ุตุฑ . (ู† ุท ุนู† ุนู‚ุจุฉ ุจู† ูุฑู‚ุฏ).
40- ุชูุชุญ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุณู…ุงุก ูˆุชุบู„ู‚ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ุงุฑ، ูˆูŠุตูุฏ ููŠู‡ ูƒู„ ุดูŠุทุงู† ู…ุฑูŠุฏ، ูˆูŠู†ุงุฏ ู…ู†ุงุฏ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ูŠุง ุทุงู„ุจ ุงู„ุฎูŠุฑ ู‡ู„ู… ูˆูŠุง ุทุงู„ุจ ุงู„ุดุฑ ุฃู…ุณูƒ . (ู† ุนู†ู‡).
41- ุฑู…ุถุงู† ุดู‡ุฑ ู…ุจุงุฑูƒ ูŠูุชุญ ุงู„ู„ู‡ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆูŠุบู„ู‚ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุณุนูŠุฑ، ูˆูŠุตูุฏ ููŠู‡ ุงู„ุดูŠุงุทูŠู†، ูˆูŠู†ุงุฏูŠ ู…ู†ุงุฏ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุฎูŠุฑ ู‡ู„ู…، ูˆูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุดุฑ ุฃู‚ุตุฑ ุญุชู‰ ูŠู†ู‚ุถูŠ ุฑู…ุถุงู† . (ุญู… ูˆุงู„ุจุบูˆูŠ ู‡ุจ ุนู† ุฑุฌู„ ู…ู† ุงู„ุตุญุงุจุฉ ูŠู‚ุงู„ ู„ู‡ ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡).
42- ุชูุชุญ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ ููŠ ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ุฅู„ู‰ ุขุฎุฑ ู„ูŠู„ุฉ، ูˆุชุบู„ ููŠู‡ ู…ุฑุฏุฉ ุงู„ุดูŠุงุทูŠู†، ูˆูŠุจุนุซ ุงู„ู„ู‡ ู…ู†ุงุฏูŠุง ูŠู†ุงุฏูŠ ูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุฎูŠุฑ ู‡ู„ู… ู‡ู„ ู…ู† ุฏุงุน ูŠุณุชุฌุงุจ ู„ู‡؟ ู‡ู„ ู…ู† ู…ุณุชุบูุฑ ูŠุบูุฑ ู„ู‡؟ ู‡ู„ ู…ู† ุชุงุฆุจ ูŠุชุงุจ ุนู„ูŠู‡؟ ูˆู„ู„ู‡ ุนู†ุฏ ูƒู„ ูˆู‚ุช ุงู„ูุทุฑ ููŠ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ุนุชู‚ุงุก ูŠุนุชู‚ู‡ู… ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ . (ุงุจู† ุตุตุฑู‰ ููŠ ุฃู…ุงู„ูŠู‡ ูˆุงุจู† ุงู„ู†ุฌุงุฑ ุนู† ุงุจู† ุนู…ุฑ).
43- ู†ุนู… ุงู„ุดู‡ุฑ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุชูุชุญ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆุชุบู„ู‚ ููŠู‡ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ูŠุฑุงู†، ูˆูŠุตูุฏ ููŠู‡ ู…ุฑุฏุฉ ุงู„ุดูŠุงุทูŠู†، ูˆูŠุบูุฑ ููŠู‡ ุฅู„ุง ู„ู…ู† ูŠุฃุจู‰ . (ุงู„ุฎุทูŠุจ ูˆุงุจู† ุงู„ู†ุฌุงุฑ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
44- ุฅุฐุง ุฌุงุก ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ุงุฑ، ูˆุตูุฏุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู†، ูˆู†ุงุฏู‰ ู…ู†ุงุฏ ูŠุง ุทุงู„ุจ ุงู„ุฎูŠุฑ ู‡ู„ู… ูˆูŠุง ุทุงู„ุจ ุงู„ุดุฑ ุฃู‚ุตุฑ ุญุชู‰ ูŠู†ุณู„ุฎ ุงู„ุดู‡ุฑ . (ุทุจ ุนู† ุนุชุจุฉ ุจู† ุนุจุฏ).
45- ุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ุตูุฏุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† ูˆู…ุฑุฏุฉ ุงู„ุฌู†، ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ุงุฑ، ูู„ู… ูŠูุชุญ ู…ู†ู‡ุง ุจุงุจ، ูˆูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุฉ ูู„ู… ูŠุบู„ู‚ ู…ู†ู‡ุง ุจุงุจ، ูˆูŠู†ุงุฏูŠ ู…ู†ุงุฏ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุฎูŠุฑ ุฃู‚ุจู„، ูˆูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุดุฑ ุฃู‚ุตุฑ، ูˆู„ู„ู‡ ุนุชู‚ุงุก ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ ูˆุฐู„ูƒ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ. (ุช  ู‡ู€ ุญุจ ูƒ ุญู„ ู‡ุจ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
46- ุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุงู† ูƒู„ู‡ุง ูู„ู… ูŠุบู„ู‚ ู…ู†ู‡ุง ุจุงุจ ูˆุงุญุฏ ุงู„ุดู‡ุฑ ูƒู„ู‡، ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ุงุฑ ูู„ุง ูŠูุชุญ ู…ู†ู‡ุง ุจุงุจ ูˆุงุญุฏ ุงู„ุดู‡ุฑ ูƒู„ู‡، ูˆุบู„ุช ุนุชุงุฉ ุงู„ุฌู†، ูˆู†ุงุฏู‰ ู…ู†ุงุฏ ู…ู† ุณู…ุงุก ุงู„ุฏู†ูŠุง ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ุฅู„ู‰ ุงู†ูุฌุงุฑ ุงู„ุตุจุญ ูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุฎูŠุฑ ู‡ู„ู…، ูˆูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุดุฑ ุงู†ุชู‡، ู‡ู„ ู…ู† ู…ุณุชุบูุฑ ูŠุบูุฑ ู„ู‡؟ ู‡ู„ ู…ู† ุชุงุฆุจ ูŠุชุงุจ ุนู„ูŠู‡؟ ู‡ู„ ู…ู† ุณุงุฆู„ ููŠุนุทู‰؟ ู‡ู„ ู…ู† ุฏุงุน ููŠุณุชุฌุงุจ ู„ู‡؟ ูˆู„ู„ู‡ ุนู†ุฏ ูˆู‚ุช ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ูุทุฑ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ุนุชู‚ุงุก ูŠุนุชู‚ู‡ู… ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ . (ุงู„ุฎุทูŠุจ ุนู† ุงุจู† ุนุจุงุณ).
47- ุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฌู†ุงู† ูƒู„ู‡ุง ูู„ู… ูŠุบู„ู‚ ู…ู†ู‡ุง ุจุงุจ ูˆุงุญุฏ ุงู„ุดู‡ุฑ ูƒู„ู‡، ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ุงุฑ ูู„ู… ูŠูุชุญ ู…ู†ู‡ุง ุจุงุจ ูˆุงุญุฏ ุงู„ุดู‡ุฑ ูƒู„ู‡ ูˆุบู„ุช ุนุชุงุฉ ุงู„ุฌู†، ูˆู†ุงุฏู‰ ู…ู†ุงุฏ ู…ู† ุงู„ุณู…ุงุก ุงู„ุฏู†ูŠุง ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ุฅู„ู‰ ุงู†ูุฌุงุฑ ุงู„ุตุจุญ ูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุฎูŠุฑ ุชู…ู… ูˆุฃุจุดุฑ، ูˆูŠุง ุจุงุบูŠ ุงู„ุดุฑ ุฃู‚ุตุฑ ูˆุฃุจุตุฑ، ู‡ู„ ู…ู† ู…ุณุชุบูุฑ ูŠุบูุฑ ู„ู‡؟ ู‡ู„ ู…ู† ุชุงุฆุจ ูŠุชูˆุจ ุนู„ูŠู‡، ู‡ู„ ู…ู† ุฏุงุน ูŠุณุชุฌุงุจ ู„ู‡؟ ู‡ู„ ู…ู† ุณุงุฆู„ ูŠุนุทู‰ ุณุคู„ู‡؟ ูˆู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุนู†ุฏ ูƒู„ ู…ู† ูุทุฑ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ุนุชู‚ุงุก ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ ุณุชูˆู† ุฃู„ูุง ูุฅุฐุง ูƒุงู† ูŠูˆู… ุงู„ูุทุฑ ุฃุนุชู‚ ู…ุซู„ ู…ุง ุฃุนุชู‚ ููŠ ุฌู…ูŠุน ุงู„ุดู‡ุฑ ุซู„ุงุซูŠู† ู…ุฑุฉ ุณุชูŠู† ุฃู„ูุง ุณุชูŠู† ุฃู„ูุง . (ู‡ุจ ุนู† ุงุจู† ู…ุณุนูˆุฏ).
48- ุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุณู…ุงุก ูู„ุง ูŠุบู„ู‚ ู…ู†ู‡ุง ุจุงุจ ุญุชู‰ ูŠูƒูˆู† ุขุฎุฑ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุฑู…ุถุงู†، ูˆู„ูŠุณ ู…ู† ุนุจุฏ ู…ุคู…ู† ูŠุตู„ูŠ ููŠ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู†ู‡ุง ุฅู„ุง ูƒุชุจ ุงู„ู„ู‡ ู„ู‡ ุฃู„ูุง ูˆุฎู…ุณ ู…ุงุฆุฉ ุญุณู†ุฉ ุจูƒู„ ุณุฌุฏุฉ، ูˆุจู†ู‰ ู„ู‡ ุจูŠุชุง ููŠ ุงู„ุฌู†ุฉ ู…ู† ูŠุงู‚ูˆุชุฉ ุญู…ุฑุงุก ู„ู‡ุง ุณุชูˆู† ุฃู„ู ุจุงุจ ู…ู†ู‡ุง ู‚ุตุฑ ู…ู† ุฐู‡ุจ ู…ูˆุดุญ ุจูŠุงู‚ูˆุชุฉ ุญู…ุฑุงุก، ูุฅุฐุง ุตุงู… ุฃูˆู„ ูŠูˆู… ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ุบูุฑ ู„ู‡ ู…ุง ุชู‚ุฏู… ู…ู† ุฐู†ุจู‡ ุฅู„ู‰ ู…ุซู„ ุฐู„ูƒ ุงู„ูŠูˆู… ู…ู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูˆุงุณุชุบูุฑ ู„ู‡ ูƒู„ ูŠูˆู… ุณุจุนูˆู† ุฃู„ู ู…ู„ูƒ ู…ู† ุตู„ุงุฉ ุงู„ุบุฏุงุฉ ุฅู„ู‰ ุฃู† ุชูˆุงุฑู‰ ุจุงู„ุญุฌุงุจ، ูˆูƒุงู† ู„ู‡ ุจูƒู„ ุณุฌุฏุฉ ูŠุณุฌุฏู‡ุง ููŠ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุจู„ูŠู„ ุฃูˆ ู†ู‡ุงุฑ ุดุฌุฑุฉ ูŠุณูŠุฑ ุงู„ุฑุงูƒุจ ููŠ ุธู„ู‡ุง ุฎู…ุณ ู…ุงุฆุฉ ุนุงู… . (ู‡ุจ ุนู† ุฃุจูŠ ุณุนูŠุฏ).
49- ุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ู†ุธุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฅู„ู‰ ุฎู„ู‚ู‡ ูˆุฅุฐุง ู†ุธุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฅู„ู‰ ุนุจุฏ ู„ู… ูŠุนุฐุจู‡ ุฃุจุฏุง، ูˆู„ู„ู‡ ููŠ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ูˆูŠูˆู… ุฃู„ู ุงู„ู ุนุชูŠู‚ ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ، ูุฅุฐุง ูƒุงู†ุช ู„ูŠู„ุฉ ุชุณุน ูˆุนุดุฑูŠู† ุฃุนุชู‚ ุงู„ู„ู‡ ููŠู‡ุง ู…ุซู„ ุฌู…ูŠุน ู…ุง ุฃุนุชู‚ ููŠ ูƒู„ ุงู„ุดู‡ุฑ، ูุฅุฐุง ูƒุงู† ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ูุทุฑ ุงุฑุชุฌุช ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ูˆุชุฌู„ู‰ ุงู„ุฌุจุงุฑ ุจู†ูˆุฑู‡ ู…ุน ุฃู†ู‡ ู„ุง ูŠุตูู‡ ุงู„ูˆุงุตููˆู† ููŠู‚ูˆู„ ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ูˆู‡ู… ููŠ ุนูŠุฏู‡ู… ู…ู† ุงู„ุบุฏ: ูŠุง ู…ุนุดุฑ ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ูŠูˆุญูŠ ุฅู„ูŠู‡ู… ู…ุง ุฌุฒุงุก ุงู„ุฃุฌูŠุฑ ุฅุฐุง ูˆูู‰ ุนู…ู„ู‡؟ ุชู‚ูˆู„ ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ: ูŠูˆูู‰ ุฃุฌุฑู‡ ููŠู‚ูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰: ุฃุดู‡ุฏูƒู… ุฃู†ูŠ ู‚ุฏ ุบูุฑุช ู„ู‡ู… . (ุงุจู† ุตุตุฑู‰ ููŠ ุฃู…ุงู„ูŠู‡ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
50- ุฃุนุทูŠุช ุฃู…ุชูŠ ููŠ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุฎู…ุณ ุฎุตุงู„ ู„ู… ุชุนุทู‡ ุฃู…ุฉ ู‚ุจู„ู‡ู…: ุฎู„ูˆู ูู… ุงู„ุตุงุฆู… ุฃุทูŠุจ ุนู†ุฏ ุงู„ู„ู‡ ู…ู† ุฑูŠุญ ุงู„ู…ุณูƒ، ูˆุชุณุชุบูุฑ ู„ู‡ู… ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ุญุชู‰ ูŠูุทุฑูˆุง ูˆูŠุฒูŠู† ุงู„ู„ู‡ ูƒู„ ูŠูˆู… ุฌู†ุชู‡، ุซู… ูŠู‚ูˆู„: ูŠูˆุดูƒ ุนุจุงุฏูŠ ุงู„ุตุงู„ุญูˆู† ุฃู† ูŠู„ู‚ูˆุง ุนู†ู‡ู… ุงู„ู…ุคู†ุฉ ูˆุงู„ุฃุฐู‰، ูˆูŠุตูŠุฑูˆู† ุฅู„ูŠูƒ، ูˆูŠุตูุฏ ููŠู‡ ู…ุฑุฏุฉ ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† ูˆู„ุง ูŠุฎู„ุตูˆู† ููŠู‡ ุฅู„ู‰ ู…ุง ูƒุงู†ูˆุง ูŠุฎู„ุตูˆู† ููŠ ุบูŠุฑู‡، ูˆูŠุบูุฑ ู„ู‡ู… ููŠ ุขุฎุฑ ู„ูŠู„ุฉ، ู‚ูŠู„: ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุฃู‡ูŠ ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู‚ุฏุฑ؟ ู‚ุงู„: "ู„ุง ูˆู„ูƒู† ุงู„ุนุงู…ู„ ุฅู†ู…ุง ูŠูˆูู‰ ุฃุฌุฑู‡ ุฅุฐุง ู‚ุถู‰ ุนู…ู„ู‡" . (ุญู… ูˆู…ุญู…ุฏ ุจู† ู†ุตุฑ، ู‡ุจ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
51- ุฃุนุทูŠุช ุฃู…ุชูŠ ููŠ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุฎู…ุณุง ู„ู… ูŠุนุทู‡ู† ู†ุจูŠ ู‚ุจู„ูŠ: ุฃู…ุง ูˆุงุญุฏุฉ ูุฅู†ู‡ ุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ู†ุธุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฅู„ูŠู‡ู… ูˆู…ู† ู†ุธุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฅู„ูŠู‡ ู„ู… ูŠุนุฐุจู‡ ุฃุจุฏุง، ูˆุฃู…ุง ุงู„ุซุงู†ูŠุฉ: ูุฅู† ุฎู„ูˆู ุฃููˆุงู‡ู‡ู… ุญูŠู† ูŠู…ุณูˆู† ุฃุทูŠุจ ุนู†ุฏ ุงู„ู„ู‡ ู…ู† ุฑูŠุญ ุงู„ู…ุณูƒ، ูˆุฃู…ุง ุงู„ุซุงู„ุซุฉ: ูุฅู† ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ุชุณุชุบูุฑ ู„ู‡ู… ููŠ ูƒู„ ูŠูˆู… ูˆู„ูŠู„ุฉ، ูˆุฃู…ุง ุงู„ุฑุงุจุนุฉ: ูุฅู† ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ูŠุฃู…ุฑ ุฌู†ุชู‡ ููŠู‚ูˆู„ ู„ู‡ุง: ุงุณุชุนุฏูŠ ูˆุชุฒูŠู†ูŠ ู„ุนุจุงุฏูŠ ุฃูˆุดูƒ ุฃู† ูŠุณุชุฑูŠุญูˆุง ู…ู† ุชุนุจ ุงู„ุฏู†ูŠุง ุฅู„ู‰ ุฏุงุฑูŠ ูˆูƒุฑุงู…ุชูŠ، ูˆุฃู…ุง ุงู„ุฎุงู…ุณุฉ: ูุฅู†ู‡ ุฅุฐุง ูƒุงู† ุขุฎุฑ ู„ูŠู„ุฉ ุบูุฑ ุงู„ู„ู‡ ู„ู‡ู… ุฌู…ูŠุนุง، ูู‚ุงู„ ุฑุฌู„ ู…ู† ุงู„ู‚ูˆู…: ุฃู‡ูŠ ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู‚ุฏุฑ؟ ู‚ุงู„: "ู„ุง ุฃู„ู… ุชุฑ ุฅู„ู‰ ุงู„ุนู…ุงู„ ูŠุนู…ู„ูˆู† ูุฅุฐุง ูุฑุบูˆุง ู…ู† ุฃุนู…ุงู„ู‡ู… ูˆููˆุง ุฃุฌูˆุฑู‡ู…" . (ู‡ุจ ุนู† ุฌุงุจุฑ)
52- ุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ูŠูˆู… ู…ู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ู†ุงุฏู‰ ู…ู†ุงุฏูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนุฒ ูˆุฌู„ ุฑุถูˆุงู† ุฎุงุฒู† ุงู„ุฌู†ุงู† ูŠู‚ูˆู„: ูŠุง ุฑุถูˆุงู† ููŠู‚ูˆู„: ู„ุจูŠูƒ ุณูŠุฏูŠ ูˆุณุนุฏูŠูƒ ููŠู‚ูˆู„: ุฒูŠู† ุงู„ุฌู†ุงู† ู„ู„ุตุงุฆู…ูŠู† ูˆุงู„ู‚ุงุฆู…ูŠู† ู…ู† ุฃู…ุฉ ู…ุญู…ุฏ، ูˆู„ุง ุชุบู„ู‚ู‡ุง ุญุชู‰ ูŠู†ู‚ุถูŠ ุดู‡ุฑู‡ู…، ูุฅุฐุง ูƒุงู† ุงู„ูŠูˆู… ุงู„ุซุงู†ูŠ: ุฃูˆุญู‰ ุงู„ู„ู‡ ุฅู„ู‰ ู…ุงู„ูƒ ุฎุงุฒู† ุงู„ู†ุงุฑ، ูŠุง ู…ุงู„ูƒ ุฃุบู„ู‚ ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ู†ูŠุฑุงู† ุนู† ุงู„ุตุงุฆู…ูŠู† ูˆุงู„ู‚ุงุฆู…ูŠู† ู…ู† ุฃู…ุฉ ู…ุญู…ุฏ، ุซู… ู„ุง ุชูุชุญ ุญุชู‰ ูŠู†ู‚ุถูŠ ุดู‡ุฑู‡ู…، ุซู… ุฅุฐุง ูƒุงู† ุงู„ูŠูˆู… ุงู„ุซุงู„ุซ، ุฃูˆุญู‰ ุงู„ู„ู‡ ุฅู„ู‰ ุฌุจุฑูŠู„ ูŠุง ุฌุจุฑูŠู„ ุงู‡ุจุท ุฅู„ู‰ ุงู„ุฃุฑุถ ูุบู„ ู…ุฑุฏุฉ ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† ูˆุนุชุงุฉ ุงู„ุฌู† ุญุชู‰ ู„ุง ูŠูุณุฏูˆุง ุนู„ู‰ ุนุจุงุฏูŠ ุตูˆู…ู‡ู…، ูˆุฅู† ู„ู„ู‡ ู…ู„ูƒุง ุฑุฃุณู‡ ุชุญุช ุงู„ุนุฑุด ูˆุฑุฌู„ุงู‡ ููŠ ุชุฎูˆู… ุงู„ุฃุฑุถ ุงู„ุณุงุจุนุฉ ุงู„ุณูู„ู‰ ูˆู„ู‡ ุฌู†ุงุญุงู† ุฃุญุฏู‡ู…ุง ุจุงู„ู…ุดุฑู‚ ูˆุงู„ุขุฎุฑ ุจุงู„ู…ุบุฑุจ، ุฃุญุฏู‡ู…ุง ู…ู† ูŠุงู‚ูˆุชุฉ ุญู…ุฑุงุก ูˆุงู„ุขุฎุฑ ู…ู† ุฒุจุฑุฌุฏ ุฃุฎุถุฑ ูŠู†ุงุฏูŠ ููŠ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู†؛ ู‡ู„ ู…ู† ุชุงุฆุจ ูŠุชุงุจ ุนู„ูŠู‡؟ ู‡ู„ ู…ู† ู…ุณุชุบูุฑ ูŠุบูุฑ ู„ู‡؟ ู‡ู„ ู…ู† ุตุงุญุจ ุญุงุฌุฉ ููŠุดูุน ู„ุญุงุฌุชู‡؟ ูŠุง ุทุงู„ุจ ุงู„ุฎูŠุฑ ุฃุจุดุฑ ูŠุง ุทุงู„ุจ ุงู„ุดุฑ ุฃู‚ุตุฑ ูˆุฃุจุตุฑ، ุฃู„ุง ูˆุฅู† ุงู„ู„ู‡ ุนุฒ ูˆุฌู„ ููŠ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ุนู†ุฏ ุงู„ุณุญุฑ ูˆุงู„ุฅูุทุงุฑ ุณุจุนุฉ ุขู„ุงู ุนุชูŠู‚ ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ ู‚ุฏ ุงุณุชูˆุฌุจูˆุง ุงู„ุนุฐุงุจ ู…ู† ุฑุจ ุงู„ุนุงู„ู…ูŠู†، ูุฅุฐุง ูƒุงู† ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ู‚ุฏุฑ ู‡ุจุท ุฌุจุฑูŠู„ ููŠ ูƒุจูƒุจุฉ (1) ู…ู† ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ู„ู‡ ุฌู†ุงุญุงู† ุฃุฎุถุฑุงู† ู…ู†ุธูˆู…ุงู† ุจุงู„ุฏุฑ ูˆุงู„ูŠุงู‚ูˆุช ู„ุง ูŠู†ุดุฑู‡ู…ุง ุฌุจุฑูŠู„ ููŠ ูƒู„ ุณู†ุฉ ุฅู„ุง ู„ูŠู„ุฉ ูˆุงุญุฏุฉ ูˆุฐู„ูƒ ู‚ูˆู„ู‡: {ุชَู†َุฒَّู„ُ ุงู„ْู…َู„ุงุฆِูƒَุฉُ ูˆَุงู„ุฑُّูˆุญُ ูِูŠู‡َุง ุจِุฅِุฐْู†ِ ุฑَุจِّู‡ِู…ْ} ูˆุฃู…ุง ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ูู‡ูˆ ุชุญุช ุณุฏุฑุฉ ุงู„ู…ู†ุชู‡ู‰، ูˆุฃู…ุง ุงู„ุฑูˆุญ ูู‡ูˆ ุฌุจุฑูŠู„ ูŠู…ุณุญ ุจุฌู†ุงุญู‡، ููŠุณู„ู… ุนู„ู‰ ุงู„ุตุงุฆู… ูˆุงู„ู‚ุงุฆู… ูˆุงู„ู…ุตู„ูŠ ููŠ ุงู„ุจุฑ ูˆุงู„ุจุญุฑ، ุงู„ุณู„ุงู… ุนู„ูŠูƒ ูŠุง ู…ุคู…ู† ุงู„ุณู„ุงู… ุนู„ูŠูƒ ูŠุง ู…ุคู…ู† ุญุชู‰ ุฅุฐุง ุทู„ุน ุงู„ูุฌุฑ ุตุนุฏ ุฌุจุฑูŠู„ ูˆู…ุนู‡ ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ููŠุชู„ู‚ุงู‡ ุฃู‡ู„ ุงู„ุณู…ูˆุงุช ููŠู‚ูˆู„ูˆู† ู„ู‡: ูŠุง ุฌุจุฑูŠู„ ู…ุง ูุนู„ ุงู„ุฑุญู…ู† ุนุฒ ูˆุฌู„ ุจุฃู‡ู„ ู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุง ุงู„ู„ู‡؟ ููŠู‚ูˆู„ ุฌุจุฑูŠู„: ุฎูŠุฑุง، ุซู… ูŠุชู„ู‚ุงู‡ ุงู„ูƒุฑูˆุจูŠูˆู† ููŠู‚ูˆู„ูˆู† ู„ู‡: ู…ุง ูุนู„ ุงู„ุฑุญู…ู† ุจุงู„ุตุงุฆู…ูŠู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู†؟ ููŠู‚ูˆู„ ุฌุจุฑูŠู„: ุฎูŠุฑุง، ุซู… ูŠุณุฌุฏ ุฌุจุฑูŠู„ ูˆู…ู† ู…ุนู‡ ู…ู† ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ููŠู‚ูˆู„ ุงู„ุฌุจุงุฑ ุนุฒ ูˆุฌู„: ูŠุง ู…ู„ุงุฆูƒุชูŠ ุงุฑูุนูˆุง ุฑุคูˆุณูƒู… ุฃุดู‡ุฏูƒู… ุฃู†ูŠ ู‚ุฏ ุบูุฑุช ู„ู„ุตุงุฆู…ูŠู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุฅู„ุง ู„ู…ู† ุฃุจู‰ ุฃู† ูŠุณู„ู… ุนู„ูŠู‡ ุฌุจุฑูŠู„، ูˆุฌุจุฑูŠู„ ู„ุง ูŠุณู„ู… ุชู„ูƒ ุงู„ู„ูŠู„ุฉ ุนู„ู‰ ู…ุฏู…ู† ุฎู…ุฑ ูˆู„ุง ุนุดุงุฑ ูˆู„ุง ุณุงุญุฑ ูˆู„ุง ุตุงุญุจ ูƒูˆุจุฉ ูˆู„ุง ุนุฑุทุจุฉ  ูˆู„ุง ุนุงู‚ ู„ูˆุงู„ุฏูŠู‡، ูุฅุฐุง ูƒุงู† ูŠูˆู… ุงู„ูุทุฑ ู†ุฒู„ุช ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ููˆู‚ูุช ุนู„ู‰ ุฃููˆุงู‡ ุงู„ุทุฑูŠู‚ ูŠู‚ูˆู„ูˆู†: ูŠุง ุฃู…ุฉ ู…ุญู…ุฏ ุงุบุฏูˆุง ุฅู„ู‰ ุฑุจ ูƒุฑูŠู…، ูุฅุฐุง ุตุงุฑูˆุง ููŠ ุงู„ู…ุตู„ู‰ ู†ุงุฏู‰ ุงู„ุฌุจุงุฑ ูŠุง ู…ู„ุงุฆูƒุชูŠ ู…ุง ุฌุฒุงุก ุงู„ุฃุฌูŠุฑ ุฅุฐุง ูุฑุบ ู…ู† ุนู…ู„ู‡؟ ู‚ุงู„ูˆุง: ุฑุจู†ุง ุฌุฒุงุคู‡ ุฃู† ูŠูˆูู‰ ุฃุฌุฑู‡، ู‚ุงู„: "ู‡ุคู„ุงุก ุนุจุงุฏูŠ ูˆุจู†ูˆ ุนุจุงุฏูŠ ุฃู…ุฑุชู‡ู… ุจุงู„ุตูŠุงู… ูุตุงู…ูˆุง، ูˆุฃุทุงุนูˆู†ูŠ ูˆู‚ุถูˆุง ูุฑูŠุถุชูŠ ููŠู†ุงุฏูŠ ุงู„ู…ู†ุงุฏูŠ ูŠุง ุฃู…ุฉ ู…ุญู…ุฏ ุงุฑุฌุนูˆุง ุฑุงุดุฏูŠู† ู‚ุฏ ุบูุฑ ู„ูƒู… . (ุงุจู† ุดุงู‡ูŠู† ููŠ ุงู„ุชุฑุบูŠุจ ุนู† ุฃู†ุณ، ูˆููŠู‡: ุนุจุงุฏ ุจู† ุนุจุฏ ุงู„ุตู…ุฏ ، ู‚ุงู„ (ุนู‚): "ูŠุฑูˆูŠ ุนู† ุฃู†ุณ ู†ุณุฎุฉ ุนุงู…ุชู‡ุง ู…ู†ุงูƒูŠุฑ ูˆู„ู‡ ุทุฑูŠู‚ ุซุงู† ุนู† ุฃู†ุณ ุฑูˆุงู‡ (ุญุจ) ููŠ ุงู„ุถุนูุงุก ูˆููŠู‡ ุฃุตุฑู… ุจู† ุญูˆุดุจ ูƒุฐุงุจ. ูˆุฃูˆุฑุฏู‡ ุงุจู† ุงู„ุฌูˆุฒูŠ ููŠ ุงู„ู…ูˆุถูˆุนุงุช ู…ู† ู‡ุฐุง ุงู„ุทุฑูŠู‚ ูˆุฃุดุงุฑ ุฅู„ู‰ ุทุฑูŠู‚ ุนุจุงุฏ ูˆู„ู‡ ุทุฑูŠู‚ ุซุงู„ุซ ุนู† ุฃู†ุณ. ุฑูˆุงู‡ ุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ ูˆููŠู‡: ุฃุจุงู† ู…ุชุฑูˆูƒ).
53- ุฅู† ุงู„ุฌู†ุฉ ู„ุชุฒุฎุฑู ู„ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ู…ู† ุฑุฃุณ ุงู„ุญูˆู„ ุฅู„ู‰ ุงู„ุญูˆู„، ูุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ู‡ุจุช ุฑูŠุญ ู…ู† ุชุญุช ุงู„ุนุฑุด. [ูุชูุชู‚ุช] ูˆุฑู‚ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆุชุฌูŠุก ุงู„ุญูˆุฑ ุงู„ุนูŠู† ูŠู‚ู„ู†: ูŠุง ุฑุจ ุงุฌุนู„ ู„ู†ุง ู…ู† ุนุจุงุฏูƒ ุฃุฒูˆุงุฌุง ุชู‚ุฑ ุจู‡ู… ุฃุนูŠู†ู†ุง ูˆุชู‚ุฑ ุฃุนูŠู†ู‡ู… ุจู†ุง . (ุทุจ ุญู„ ู‚ุท ููŠ ุงู„ุฃูุฑุงุฏ ู‡ุจ ูˆุชู…ุงู…[ุฏ، ู†، ู…] ูƒุฑ ุนู† ุงุจู† ุนู…ุฑ؛ ูˆููŠู‡ ุงู„ูˆู„ูŠุฏ ุงู„ุฏู…ุดู‚ูŠ، ู‚ุงู„ ุฃุจูˆ ุญุงุชู…: "ุตุฏูˆู‚" ูˆู‚ุงู„ (ู‚ุท): "ูˆุบูŠุฑู‡ ู…ุชุฑูˆูƒ").
54- ุฅู† ุงู„ุฌู†ุฉ ู„ุชุฒูŠู† ู…ู† ุงู„ุญูˆู„ ุฅู„ู‰ ุงู„ุญูˆู„ ู„ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู†، ูˆุฅู† ุญูˆุฑ ุงู„ุนูŠู† ู„ุชุฒูŠู† ู…ู† ุงู„ุญูˆู„ ุฅู„ู‰ ุงู„ุญูˆู„ ู„ุตูˆุงู… ุฑู…ุถุงู† ูุฅุฐุง ุฏุฎู„ ุฑู…ุถุงู† ู‚ุงู„ุช ุงู„ุฌู†ุฉ: ุงู„ู„ู‡ู… ุงุฌุนู„ ู„ูŠ ููŠ ู‡ุฐุง ุงู„ุดู‡ุฑ ู…ู† ุนุจุงุฏูƒ، ูˆูŠู‚ู„ู† ุงู„ุญูˆุฑ ุงู„ุนูŠู†: ุงู„ู„ู‡ู… ุงุฌุนู„ ู„ู†ุง ููŠ ู‡ุฐุง ุงู„ุดู‡ุฑ ู…ู† ุนุจุงุฏูƒ ุฃุฒูˆุงุฌุง، ูู…ู† ู„ู… ูŠู‚ุฐู ููŠู‡ ู…ุณู„ู…ุง ุจุจู‡ุชุงู†، ูˆู„ู… ูŠุดุฑุจ ููŠู‡ ู…ุณูƒุฑุง ูƒูุฑ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ุฐู†ูˆุจู‡، ูˆู…ู† ู‚ุฐู ููŠู‡ ู…ุณู„ู…ุง ุฃูˆ ุดุฑุจ ููŠู‡ ู…ุณูƒุฑุง ุฃุญุจุท ุงู„ู„ู‡ ุนู…ู„ู‡ ู„ุณู†ุฉ، ูุงุชู‚ูˆุง ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุฅู†ู‡ ุดู‡ุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฌุนู„ ู„ูƒู… ุฃุญุฏ ุนุดุฑ ุดู‡ุฑุง ุชุฃูƒู„ูˆู† ููŠู‡ู† ูˆุชุดุฑุจูˆู† ูˆุชู„ุฐุฐูˆู†، ูˆุฌุนู„ ู„ู†ูุณู‡ ุดู‡ุฑุง ูุงุชู‚ูˆุง ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุฅู†ู‡ ุดู‡ุฑ ุงู„ู„ู‡ ุชุจุงุฑูƒ ูˆุชุนุงู„ู‰ . (ู‡ุจ  ูƒุฑ ุนู† ุงุจู† ุนุจุงุณ).
55- ุฅู† ุงู„ุฌู†ุฉ ุชุฒูŠู† ู…ู† ุงู„ุญูˆู„ ุฅู„ู‰ ุงู„ุญูˆู„ ู„ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ู…ู† ุตุงู† ู†ูุณู‡ ูˆุฏูŠู†ู‡ ููŠ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุฒูˆุฌู‡ ุงู„ู„ู‡ ู…ู† ุงู„ุญูˆุฑ ุงู„ุนูŠู† ูˆุฃุนุทุงู‡ ู‚ุตุฑุง ู…ู† ู‚ุตูˆุฑ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆู…ู† ุนู…ู„ ุณูŠุฆุฉ ุฃูˆ ุฑู…ู‰ ู…ุคู…ู†ุง ุจุจู‡ุชุงู† ุฃูˆ ุดุฑุจ ู…ุณูƒุฑุง ููŠ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุฃุญุจุท ุงู„ู„ู‡ ุนู…ู„ู‡ ุณู†ุฉ، ูุงุชู‚ูˆุง ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุฅู†ู‡ ุดู‡ุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฌุนู„ ุงู„ู„ู‡ ู„ูƒู… ุฃุญุฏ ุนุดุฑ ุดู‡ุฑุง ุชุฃูƒู„ูˆู† ููŠู‡ุง ูˆุชุฑูˆูˆู†، ูˆุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุดู‡ุฑ ุงู„ู„ู‡ ูุงุญูุธูˆุง ููŠู‡ ุฃู†ูุณูƒู… . (ุงุจู† ุตุตุฑู‰ ููŠ ุฃู…ุงู„ูŠู‡ ุนู† ุฃุจูŠ ุฃู…ุงู…ุฉ ูˆูˆุงุซู„ุฉ ูˆุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ุจุณุฑ ู…ุนุง).
56- ูŠุง ุฃูŠู‡ุง ุงู„ู†ุงุณ ู‚ุฏ ุฃุธู„ูƒู… ุดู‡ุฑ ุนุธูŠู… ู…ุจุงุฑูƒ ุดู‡ุฑ ููŠู‡ ู„ูŠู„ุฉ ุฎูŠุฑ ู…ู† ุฃู„ู ุดู‡ุฑ ุฌุนู„ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุตูŠุงู…ู‡ ูุฑูŠุถุฉ ูˆู‚ูŠุงู… ู„ูŠู„ู‡ ุชุทูˆุนุง، ู…ู† ุชู‚ุฑุจ ููŠู‡ ุจุฎุตู„ุฉ ู…ู† ุงู„ุฎูŠุฑ ูƒุงู† ูƒู…ู† ุฃุฏู‰ ูุฑูŠุถุฉ ููŠู…ุง ุณูˆุงู‡، ูˆู…ู† ุฃุฏู‰ ูุฑูŠุถุฉ ููŠู‡ ูƒุงู† ูƒู…ู† ุฃุฏู‰ ุณุจุนูŠู† ูุฑูŠุถุฉ ููŠู…ุง ุณูˆุงู‡، ูˆู‡ูˆ ุดู‡ุฑ ุงู„ุตุจุฑ ูˆุงู„ุตุจุฑ ุซูˆุงุจู‡ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆุดู‡ุฑ ุงู„ู…ูˆุงุณุงุฉ ูˆุดู‡ุฑ ูŠุฒุฏุงุฏ ููŠู‡ ุฑุฒู‚ ุงู„ู…ุคู…ู†، ู…ู† ูุทุฑ ููŠู‡ ุตุงุฆู…ุง ูƒุงู† ู„ู‡ ู…ุบูุฑุฉ ู„ุฐู†ูˆุจู‡ ูˆุนุชู‚ ุฑู‚ุจุชู‡ ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ ูˆูƒุงู† ู„ู‡ ู…ุซู„ ุฃุฌุฑู‡ ู…ู† ุบูŠุฑ ุฃู† ูŠู†ู‚ุต ู…ู† ุฃุฌุฑู‡ ุดูŠุก، ูŠุนุทูŠ ุงู„ู„ู‡ ู‡ุฐุง ุงู„ุซูˆุงุจ ู…ู† ูุทุฑ ุตุงุฆู…ุง ุนู„ู‰ ู…ุฐู‚ุฉ ู„ุจู† ุฃูˆ ุดุฑุจุฉ ู…ู† ู…ุงุก، ูˆู…ู† ุฃุดุจุน ุตุงุฆู…ุง ุณู‚ุงู‡ ุงู„ู„ู‡ ู…ู† ุญูˆุถูŠ ุดุฑุจุฉ ู„ุง ูŠุธู…ุฃ ุญุชู‰ ูŠุฏุฎู„ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆู‡ูˆ ุดู‡ุฑ ุฃูˆู„ู‡ ุฑุญู…ุฉ ูˆุฃูˆุณุทู‡ ู…ุบูุฑุฉ ูˆุขุฎุฑู‡ ุนุชู‚ ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ، ูุงุณุชูƒุซุฑูˆุง ููŠู‡ ู…ู† ุฃุฑุจุน ุฎุตุงู„ ุฎุตู„ุชุงู† ุชุฑุถูˆู† ุจู‡ู…ุง ุฑุจูƒู…، ูˆุฎุตู„ุชุงู† ู„ุง ุบู†ู‰ ู„ูƒู… ุนู†ู‡ู…ุง؛ ูุฃู…ุง ุงู„ุฎุตู„ุชุงู† ุงู„ู„ุชุงู† ุชุฑุถูˆู† ุจู‡ู…ุง ุฑุจูƒู… ูุดู‡ุงุฏุฉ ุฃู† ู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุง ุงู„ู„ู‡ ูˆุชุณุชุบูุฑูˆู†ู‡، ูˆุฃู…ุง ุงู„ู„ุชุงู† ู„ุง ุบู†ู‰ ุนู†ู‡ู…ุง ูุชุณุฃู„ูˆู† ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูˆุชุนูˆุฐูˆู† ุจู‡ ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ. (ุงุจู† ุฎุฒูŠู…ุฉ ูˆู‚ุงู„: "ุฅู† ุตุญ ุงู„ุฎุจุฑ، ู‡ุจ ูˆุงู„ุฃุตุจู‡ุงู†ูŠ ููŠ ุงู„ุชุฑุบูŠุจ ุนู† ุณู„ู…ุงู†". ูˆู‚ุงู„ ุงู„ุญุงูุธ ุงุจู† ุญุฌุฑ ููŠ ุฃุทุฑุงูู‡ ู…ุฏุงุฑู‡ ุนู„ู‰ ุนู„ูŠ ุจู† ุฒูŠุฏ ุจู† ุฌุฏุนุงู† ูˆู‡ูˆ ุถุนูŠู؛ ูˆูŠูˆุณู ุงุจู† ุฒูŠุงุฏ ุงู„ุฑุงูˆูŠ ุนู†ู‡ ุถุนูŠู ุฌุฏุง، ูˆุชุงุจุนู‡ ุงูŠุงุณ ุจู† ุนุจุฏ ุงู„ุบูุงุฑ ุนู† ุนู„ูŠ ุจู† ุฒูŠุฏ ุนู†ุฏ (ู‡ุจ)" ู‚ุงู„ ุงุจู† ุญุฌุฑ: "ูˆุฅูŠุงุณ ู…ุง ุนุฑูุชู‡،" ุงู†ุชู‡ู‰).
57- ู„ูˆ ูŠุนู„ู… ุงู„ุนุจุงุฏ ู…ุง ููŠ ุฑู…ุถุงู† ู„ุชู…ู†ุช ุฃู…ุชูŠ ุฃู† ูŠูƒูˆู† ุฑู…ุถุงู† ุงู„ุณู†ุฉ ูƒู„ู‡ุง ุฅู† ุงู„ุฌู†ุฉ ู„ุชุฒูŠู† ู„ุฑู…ุถุงู† ู…ู† ุฑุฃุณ ุงู„ุญูˆู„ ุฅู„ู‰ ุงู„ุญูˆู„، ูุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ูŠูˆู… ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ู‡ุจุช ุฑูŠุญ ู…ู† ุชุญุช ุงู„ุนุฑุด ูุตูู‚ุช ูˆุฑู‚ ุงู„ุฌู†ุฉ ูุชู†ุธุฑ ุงู„ุญูˆุฑ ุฅู„ู‰ ุฐู„ูƒ ููŠู‚ู„ู† ูŠุง ุฑุจ ุงุฌุนู„ ู„ู†ุง ู…ู† ุนุจุงุฏูƒ ููŠ ู‡ุฐุง ุงู„ุดู‡ุฑ ุฃุฒูˆุงุฌุง ุชู‚ุฑ ุฃุนูŠู†ู†ุง ุจู‡ู… ูˆุชู‚ุฑ ุฃุนูŠู†ู‡ู… ุจู†ุง، ูู…ุง ู…ู† ุนุจุฏ ูŠุตูˆู… ูŠูˆู…ุง ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ุฅู„ุง ุฒูˆุฌ ู…ู† ุงู„ุญูˆุฑ ุงู„ุนูŠู† ููŠ ุฎูŠู…ุฉ ู…ู† ุฏุฑุฉ ู…ุฌูˆูุฉ، ู…ู…ุง ู†ุนุช ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰: {ุญُูˆุฑٌ ู…َู‚ْุตُูˆุฑَุงุชٌ ูِูŠ ุงู„ْุฎِูŠَุงู…ِ} ุนู„ู‰ ูƒู„ ุงู…ุฑุฃุฉ ู…ู†ู‡ู† ุณุจุนูˆู† ุญู„ุฉ ู„ูŠุณ ู…ู†ู‡ุง ุญู„ุฉ ุนู„ู‰ ู„ูˆู† ุฃุฎุฑู‰، ูˆูŠุนุทู‰ ุณุจุนูŠู† ู„ูˆู†ุง ู…ู† ุงู„ุทูŠุจ ู„ูŠุณ ู…ู†ู‡ ู„ูˆู† ุนู„ู‰ ุฑูŠุญ ุงู„ุขุฎุฑ ู„ูƒู„ ุงู…ุฑุฃุฉ ู…ู†ู‡ู† ุณุจุนูˆู† ุฃู„ู ูˆุตูŠูุฉ ูˆุณุจุนูˆู† ุฃู„ู ูˆุตูŠู ู…ุน ูƒู„ ูˆุตูŠูุฉ ู…ู† ุฐู‡ุจ ููŠู‡ุง ู„ูˆู† ุทุนุงู… ูŠุฌุฏ ู„ุขุฎุฑ ู„ู‚ู…ุฉ ู…ู†ู‡ุง ู„ุฐุฉ ู„ู… ูŠุฌุฏ ู„ุฃูˆู„ู‡، ู„ูƒู„ ุงู…ุฑุฃุฉ ู…ู†ู‡ู† ุณุจุนูˆู† ุณุฑูŠุฑุง ู…ู† ูŠุงู‚ูˆุชุฉ ุญู…ุฑุงุก ุนู„ู‰ ุณุฑูŠุฑ ุณุจุนูˆู† ูุฑุงุดุง ุจุทุงุฆู†ู‡ุง ู…ู† ุงุณุชุจุฑู‚ ููˆู‚ ูƒู„ ูุฑุงุด ุณุจุนูˆู† ุฃุฑูŠูƒุฉ، ูˆูŠุนุทู‰ ุฒูˆุฌู‡ุง ู…ุซู„ ุฐู„ูƒ ุนู„ู‰ ุณุฑูŠุฑ ู…ู† ูŠุงู‚ูˆุช ุฃุญู…ุฑ ู…ูˆุดุญุง ุจุงู„ุฏุฑ ุนู„ูŠู‡ ุณูˆุงุฑุงู† ู…ู† ุฐู‡ุจ ู‡ุฐุง ุจูƒู„ ูŠูˆู… ุตุงู…ู‡ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ุณูˆู‰ ู…ุง ุนู…ู„ ู…ู† ุงู„ุญุณู†ุงุช . (ุงุจู† ุฎุฒูŠู…ุฉ ูˆุฃุดุงุฑ ุฅู„ู‰ ุถุนูู‡ ุน، ุทุจ ، ู‡ุจ ุนู† ุฃุจูŠ ู…ุณุนูˆุฏ ุงู„ุบูุงุฑูŠ؛ ูˆุฃูˆุฑุฏู‡ ุงุจู† ุงู„ุฌูˆุฒูŠ ููŠ ุงู„ู…ูˆุถูˆุนุงุช ูู„ู… ูŠุตุจ).
58- ุฅุฐุง ุฏุฎู„ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุฃู…ุฑ ุงู„ู„ู‡ ุญู…ู„ุฉ ุงู„ุนุฑุด ุฃู† ูŠูƒููˆุง ุนู† ุงู„ุชุณุจูŠุญ ูˆูŠุณุชุบูุฑูˆุง ู„ุฃู…ุฉ ู…ุญู…ุฏ ูˆุงู„ู…ุคู…ู†ูŠู† . (ุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ ุนู† ุนู„ูŠ).
59- ุฅู† ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ูŠุบูุฑ ููŠ ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ู„ูƒู„ ุฃู‡ู„ ุงู„ู‚ุจู„ุฉ. (ุน ูˆุงุจู† ุฎุฒูŠู…ุฉ ุถ ุนู† ุฃู†ุณ).
60- ุณุจุญุงู† ุงู„ู„ู‡ ู…ุง ุชุณุชู‚ุจู„ูˆู† ูˆู…ุงุฐุง ูŠุณุชู‚ุจู„ูƒู…؟ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูŠุบูุฑ ุงู„ู„ู‡ ููŠ ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู„ูƒู„ ุฃู‡ู„ ู‡ุฐู‡ ุงู„ู‚ุจู„ุฉ، ู‚ูŠู„: ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุงู„ู…ู†ุงูู‚؟ ู‚ุงู„: "ุงู„ู…ู†ุงูู‚ ูƒุงูุฑ ูˆู„ูŠุณ ู„ู„ูƒุงูุฑ ููŠ ุฐู„ูƒ ุดูŠุก". (ู‡ุจ ุนู† ุฃู†ุณ).
61- ุฅู† ู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุนุฒ ูˆุฌู„ ููŠ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ุณุช ู…ุงุฆุฉ ุฃู„ู ุนุชูŠู‚ ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ ูุฅุฐุง ูƒุงู† ุขุฎุฑ ู„ูŠู„ุฉ ุฃุนุชู‚ ุจุนุฏุฏ ู…ู† ู…ุถู‰. (ู‡ุจ ุนู† ุงู„ุญุณู†، ู…ุฑุณู„ุง).
62- ุฅู† ู„ู„ู‡ ุนุฒ ูˆุฌู„ ุนู†ุฏ ูƒู„ ูุทุฑ ุนุชู‚ุงุก ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ ูˆุฐู„ูƒ ููŠ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ . (ู‡ู€ ุนู† ุฌุงุจุฑ. ุญู… ุทุจ ุถ ู‡ุจ ุนู† ุฃุจูŠ ุฃู…ุงู…ุฉ).
63- ู„ู„ู‡ ููŠ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุนู†ุฏ ุงู„ุฅูุทุงุฑ ุฃู„ู ุฃู„ู ุนุชูŠู‚ ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ ูุฅู† ูƒุงู†ุช ู„ูŠู„ุฉ ุงู„ุฌู…ุนุฉ ุฃุนุชู‚ ููŠ ูƒู„ ุณุงุนุฉ ุฃู„ู ุฃู„ู ุนุชูŠู‚ ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ ูƒู„ู‡ู… ุงุณุชูˆุฌุจูˆุง ุงู„ู†ุงุฑ. (ุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ ุนู† ุงุจู† ุนุจุงุณ).
64- ุฅู† ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ูุฑุถ ุตูŠุงู… ุฑู…ุถุงู†، ูˆุณู†ู†ุช ู„ูƒู… ู‚ูŠุงู…ู‡ ูู…ู† ุตุงู…ู‡ ูˆู‚ุงู…ู‡ ุฅูŠู…ุงู†ุง ูˆุงุญุชุณุงุจุง ุฎุฑุฌ ู…ู† ุฐู†ูˆุจู‡ ูƒูŠูˆู… ูˆู„ุฏุชู‡ ุฃู…ู‡ . (ุญู… ุช ุนู† ุนุจุฏ ุงู„ุฑุญู…ู† ุจู† ุนูˆู).
67- ุงุชู‚ูˆุง ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู†، ูุฅู†ู‡ ุดู‡ุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฌุนู„ ู„ูƒู… ุฃุญุฏ ุนุดุฑ ุดู‡ุฑุง ุชุดุจุนูˆู† ููŠู‡ ูˆุชุฑูˆูˆู†، ูˆุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุดู‡ุฑ ุงู„ู„ู‡ ูุงุญูุธูˆุง ููŠู‡ ุฃู†ูุณูƒู…. (ุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ ู…ู† ุทุฑูŠู‚ ู…ูƒุญูˆู„ - ุนู† ุฃุจูŠ ุฃู…ุงู…ุฉ ูˆูˆุงุซู„ุฉ ุจู† ุงู„ุฃุณู‚ุน ูˆุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ุจุณุฑ).
68- ุฅู† ุฃู…ุชูŠ ู„ู† ุชุฎุฒู‰ ู…ุง ุฃู‚ุงู…ูˆุง ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู†، ู‚ูŠู„: ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ูˆู…ุง ุฎุฒูŠู‡ู… ููŠ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู†؟ ู‚ุงู„: "ุงู†ุชู‡ุงูƒ ุงู„ู…ุญุงุฑู… ููŠู‡، ู…ู† ุฒู†ู‰ ููŠู‡ ุฃูˆ ุดุฑุจ ููŠู‡ ุฎู…ุฑุง ู„ุนู†ู‡ ุงู„ู„ู‡ ูˆู…ู† ููŠ ุงู„ุณู…ูˆุงุช ุฅู„ู‰ ู…ุซู„ู‡ ู…ู† ุงู„ุญูˆู„، ูุฅู† ู…ุงุช ู‚ุจู„ ุฃู† ูŠุฏุฑูƒ ุฑู…ุถุงู† ูู„ูŠุณ ู„ู‡ ุนู†ุฏ ุงู„ู„ู‡ ุญุณู†ุฉ ูŠุชู‚ูŠ ุจู‡ุง ุงู„ู†ุงุฑ، ูุงุชู‚ูˆุง ุงู„ู„ู‡ ููŠ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู†، ูุฅู† ุงู„ุญุณู†ุงุช ุชุถุงุนู ููŠู‡ ู…ุง ู„ุง ุชุถุงุนู ููŠู…ุง ุณูˆุงู‡ ูˆูƒุฐู„ูƒ ุงู„ุณูŠุฆุงุช". (ุทุจ ุนู† ุฃู… ู‡ุงู†ุฆ؛ ูˆุงุจู† ุตุตุฑู‰ ููŠ ุฃู…ุงู„ูŠู‡ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
69- ุฃูˆู„ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุฑุญู…ุฉ ูˆุฃูˆุณุทู‡ ู…ุบูุฑุฉ ูˆุขุฎุฑู‡ ุนุชู‚ ู…ู† ุงู„ู†ุงุฑ . (ุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ ูˆุงู„ุฎุทูŠุจ ูˆุงุจู† ุนุณุงูƒุฑ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
70- ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ูˆุตู„ู‰ ุงู„ุตู„ูˆุงุช ุงู„ุฎู…ุณ ูˆุญุฌ ุงู„ุจูŠุช ูƒุงู† ุญู‚ุง ุนู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุฃู† ูŠุบูุฑ ู„ู‡. (ู† ุนู† ู…ุนุงุฐ).
71- ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ูุนุฑู ุญุฏูˆุฏู‡ ูˆุชุญูุธ ู…ู…ุง ูŠู†ุจุบูŠ ุฃู† ูŠุชุญูุธ ู…ู†ู‡ ูƒูุฑ ู…ุง ู‚ุจู„ู‡. (ุญู…، ุน، ุญุจ، ุญู„، ู‚، ุถ، ู‡ุจ ุนู† ุฃุจูŠ ุณุนูŠุฏ).
72- ู…ู† ุตุงู… ูŠูˆู…ุง ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ูุณู„ู… ู…ู† ุซู„ุงุซุฉ ุถู…ู†ุช ู„ู‡ ุงู„ุฌู†ุฉ ุนู„ู‰ ู…ุง ููŠู‡ ุณูˆู‰ ุงู„ุซู„ุงุซ: ู„ุณุงู†ู‡ ูˆุจุทู†ู‡ ูˆูุฑุฌู‡. (ุงุจู† ุนุณุงูƒุฑ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
73- ู…ู† ุตุงู… ูŠูˆู…ุง ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ู…ุญุชุณุจุง ูƒุงู† ู„ู‡ ุจุตูˆู…ู‡ ู…ุง ู„ูˆ ุฃู† ุฃู‡ู„ ุงู„ุฏู†ูŠุง ุงุฌุชู…ุนูˆุง ู…ุฐ ูƒุงู†ุช ุงู„ุฏู†ูŠุง ุฅู„ู‰ ุฃู† ุชู†ู‚ุถูŠ ู„ุฃูˆุณุนู‡ู… ุทุนุงู…ุง ูˆุดุฑุงุจุง ู„ุง ูŠุทู„ุจ ุฅู„ู‰ ุฃู‡ู„ ุงู„ุฌู†ุฉ ุดูŠุฆุง ู…ู† ุฐู„ูƒ. (ุทุจ ุนู† ุงุจู† ุนุจุงุณ).
74- ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ูˆู‚ุงู…ู‡ ุฅูŠู…ุงู†ุง ูˆุงุญุชุณุงุจุง ุบูุฑ ู„ู‡ ู…ุง ูƒุงู† ู‚ุจู„ ุฐู„ูƒ ู…ู† ุนู…ู„ . (ุงุจู† ุงู„ู†ุฌุงุฑ ูˆุงุจู† ุตุตุฑู‰ ููŠ ุฃู…ุงู„ูŠู‡ ุนู† ุนุงุฆุดุฉ).
75- ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ูˆู‚ุงู…ู‡ ุฅูŠู…ุงู†ุง ูˆุงุญุชุณุงุจุง ุบูุฑ ู„ู‡ ู…ุง ุชู‚ุฏู… ู…ู† ุฐู†ุจู‡. (ุญู… ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
76- ู…ู† ุตุงู… ูŠูˆู…ุง ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ุจุงู†ุตุงุช ูˆุณูƒูˆู† ูˆุชูƒุจูŠุฑ ูˆุชู‡ู„ูŠู„ ูˆุชุญู…ูŠุฏ ูŠุญู„ ุญู„ุงู„ู‡ ูˆูŠุญุฑู… ุญุฑุงู…ู‡ ุบูุฑ ุงู„ู„ู‡ ู…ุง ุชู‚ุฏู… ู…ู† ุฐู†ุจู‡ . (ุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ ุนู† ุงุจู† ุนู…ุฑ).
77- ู…ู† ุตุงู… ุฑู…ุถุงู† ูˆุบุฏุง ุจุบุณู„ ุฅู„ู‰ ุงู„ู…ุตู„ู‰ ูˆุฎุชู…ู‡ ุจุตุฏู‚ุฉ ุฑุฌุน ู…ุบููˆุฑุง ู„ู‡ . (ุทุณ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
78- ุณูŠุฏ ุงู„ุดู‡ูˆุฑ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูˆุฃุนุธู…ู‡ุง ุญุฑู…ุฉ ุฐูˆ ุงู„ุญุฌุฉ . (ู‡ุจ: ูˆุถุนูู‡؛ ุงุจู† ุนุณุงูƒุฑ ุนู† ุฃุจูŠ ุณุนูŠุฏ).
79- ุณูŠุฏ ุงู„ุดู‡ูˆุฑ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู†، ูˆุณูŠุฏ ุงู„ุฃูŠุงู… ูŠูˆู… ุงู„ุฌู…ุนุฉ . (ุด ุทุจ ู‡ุจ ุนู† ุงุจู† ู…ุณุนูˆุฏ ู…ูˆู‚ูˆูุง).
80- ุตูŠุงู… ุฑู…ุถุงู† ุฅู„ู‰ ุฑู…ุถุงู† ูƒูุงุฑุฉ ู…ุง ุจูŠู†ู‡ู…ุง . (ุทุจ ุนู† ุฃุจูŠ ุณุนูŠุฏ).
81- ูุถู„ ุงู„ุฌู…ุนุฉ ููŠ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุนู„ู‰ ุณุงุฆุฑ ุงู„ุฌู…ุน ูƒูุถู„ ุฑู…ุถุงู† ุนู„ู‰ ุณุงุฆุฑ ุงู„ุดู‡ูˆุฑ . (ุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ ุนู† ุฌุงุจุฑ).
82- ู„ูˆ ุฃู† ุงู„ู„ู‡ ุชุจุงุฑูƒ ูˆุชุนุงู„ู‰ ุฃุฐู† ู„ู„ุณู…ูˆุงุช ูˆุงู„ุฃุฑุถ ุฃู† ูŠุชูƒู„ู…ุง ู„ุจุดุฑุชุง ุตุงุฆู…ูŠ ุฑู…ุถุงู† ุจุงู„ุฌู†ุฉ . (ุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ ูˆุงุจู† ุนุณุงูƒุฑ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฏุจุฉ ุนู† ุฃู†ุณ).
83- ู„ูˆ ุฃุฐู† ุงู„ู„ู‡ ุชุจุงุฑูƒ ูˆุชุนุงู„ู‰ ู„ู„ุณู…ูˆุงุช ูˆุงู„ุฃุฑุถ ุฃู† ูŠุชูƒู„ู…ุง ู„ุจุดุฑุชุง ุตุงุฆู…ูŠ ุฑู…ุถุงู† ุจุงู„ุฌู†ุฉ . (ุฎุท ููŠ ุงู„ู…ุชูู‚ - ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฏุจุฉ ุนู† ุฃู†ุณ).
84- ุฅุฐุง ูƒุงู† ูŠูˆู… ุงู„ูุทุฑ ูˆู‚ูุช ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ููŠ ุฃููˆุงู‡ ุงู„ุทุฑูŠู‚ ูู†ุงุฏูˆุง ูŠุง ู…ุนุดุฑ ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ุงุบุฏูˆุง ุฅู„ู‰ ุฑุจ ูƒุฑูŠู… ุฑุญูŠู… ูŠู…ู† ุจุงู„ุฎูŠุฑ ูˆูŠุซูŠุจ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุฌุฒูŠู„ ู„ู‚ุฏ ุฃู…ุฑุชู… ุจู‚ูŠุงู… ุงู„ู„ูŠู„ ูู‚ู…ุชู…، ูˆุฃู…ุฑุชู… ุจุตูŠุงู… ุงู„ู†ู‡ุงุฑ ูุตู…ุชู…، ูˆุฃุทุนุชู… ุฑุจูƒู… ูุงู‚ุจุถูˆุง ุฌูˆุงุฆุฒูƒู…، ูุฅุฐุง ุตู„ูˆุง ุงู„ุนูŠุฏ ู†ุงุฏู‰ ู…ู†ุงุฏ ู…ู† ุงู„ุณู…ุงุก: ุงุฑุฌุนูˆุง ุฅู„ู‰ ู…ู†ุงุฒู„ูƒู… ุฑุงุดุฏูŠู† ูู‚ุฏ ุบูุฑ ู„ูƒู… ุฐู†ูˆุจูƒู… ูƒู„ู‡ุง، ูˆูŠุณู…ู‰ ุฐู„ูƒ ุงู„ูŠูˆู… ููŠ ุงู„ุณู…ุงุก ูŠูˆู… ุงู„ุฌูˆุงุฆุฒ . (ุงู„ุญุณู† ุจู† ุณููŠุงู† ููŠ ู…ุณู†ุฏู‡ ูˆุงู„ู…ุนุงููŠ ููŠ ุงู„ุฌู„ูŠุณ ูˆุงู„ุจุงูˆุฑุฏูŠ، ุทุจ، ุญู„ ุนู† ุณุนูŠุฏ ุจู† ุฃูˆุณ ุงู„ุฃู†ุตุงุฑูŠ ุนู† ุฃุจูŠู‡، ูˆุถุนูู‡).
85- ูƒุงู† ุนู„ู‰ ุงู„ู†ุตุงุฑู‰ ุตูˆู… ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูˆูƒุงู† ุนู„ูŠู‡ู… ู…ู„ูƒ ูู…ุฑุถ ูู‚ุงู„: ู„ุฆู† ุดูุงู†ูŠ ุงู„ู„ู‡ ู„ุฃุฒูŠุฏู† ุนุดุฑุง، ุซู… ูƒุงู† ุนู„ูŠู‡ู… ู…ู„ูƒ ุจุนุฏู‡ ูŠุฃูƒู„ ุงู„ู„ุญู… ููˆุฌุน ูู‚ุงู„: ู„ุฆู† ุดูุงู‡ ุงู„ู„ู‡ ู„ูŠุฒูŠุฏู† ุซู…ุงู†ูŠุฉ ุฃูŠุงู…، ุซู… ูƒุงู† ู…ู„ูƒ ุจุนุฏู‡ ูู‚ุงู„: ู…ุง ู†ุฏุน ู…ู† ู‡ุฐู‡ ุงู„ุฃูŠุงู… ุฃู† ู†ุชู…ู‡ุง ูˆู†ุฌุนู„ ุตูˆู…ุง ููŠ ุงู„ุฑุจูŠุน ููุนู„ ูุตุงุฑุช ุฎู…ุณูŠู† ูŠูˆู…ุง . (ุฎ ููŠ ุชุงุฑูŠุฎู‡ ูˆุงู„ู†ุญุงุณ ููŠ ู†ุงุณุฎู‡ ุทุจ ุนู† ุฏุบูู„ ุจู† ุญู†ุธู„ุฉ).
86- ู„ุง ูŠู‚ูˆู„ู† ุฃุญุฏูƒู… ุตู…ุช ุฑู…ุถุงู† ูˆู‚ู…ุช ุฑู…ุถุงู† ูˆู„ุง ุตู†ุนุช ููŠ ุฑู…ุถุงู† ูƒุฐุง ูุฅู† ุฑู…ุถุงู† ุงุณู… ู…ู† ุฃุณู…ุงุก ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุนุธุงู…، ูˆู„ูƒู† ู‚ูˆู„ูˆุง: ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูƒู…ุง ู‚ุงู„ ุฑุจูƒู… ููŠ ูƒุชุงุจู‡ . (ุชู…ุงู… ูˆุงุจู† ุนุณุงูƒุฑ ุนู† ุงุจู† ุนู…ุฑ).
87- ู„ุง ุชู‚ูˆู„ูˆุง ุฑู…ุถุงู† ูุฅู† ุฑู…ุถุงู† ุงุณู… ู…ู† ุฃุณู…ุงุก ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰، ูˆู„ูƒู† ู‚ูˆู„ูˆุง: ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† . (ุนุฏ ูˆุฃุจูˆ ุงู„ุดูŠุฎ، ู‚: ูˆุถุนูู‡ ูˆุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
88- ุนู† ุซูˆุฑ ุจู† ูŠุฒูŠุฏ ุฃู† ุนู…ุฑ ู‚ุงู„: "ุฅุฐุง ุญุถุฑ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุงู„ู†ูู‚ุฉ ููŠู‡ ุนู„ูŠูƒ ูˆุนู„ู‰ ู…ู† ุชุนูˆู„ ูƒุงู„ู†ูู‚ุฉ ููŠ ุณุจูŠู„ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰، ูŠุนู†ูŠ ุงู„ุฏุฑู‡ู… ุจุณุจุน ู…ุงุฆุฉ". "ุณู„ูŠู… ุงู„ุฑุงุฒูŠ ููŠ ุนูˆุงู„ูŠู‡".
89- "ู…ุณู†ุฏ ุนู…ุฑ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡" ุนู† ุนู…ุฑ ู‚ุงู„: "ูƒุงู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฅุฐุง ูƒุงู† ู‚ุจู„ ุฑู…ุถุงู† ุฎุทุจ ุงู„ู†ุงุณ ุซู… ู‚ุงู„: ุฃุชุงูƒู… ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูุดู…ุฑูˆุง ู„ู‡ ูˆุฃุญุณู†ูˆุง ู†ูŠุงุชูƒู… ููŠู‡، ูˆุนุธู…ูˆุง ุญุฑู…ุชู‡، ูุฅู† ุญุฑู…ุชู‡ ุนู†ุฏ ุงู„ู„ู‡ ู…ู† ุฃุนุธู… ุงู„ุญุฑู…ุงุช ูู„ุง ุชู†ุชู‡ูƒูˆุง ูุฅู† ุงู„ุญุณู†ุงุช ูˆุงู„ุณูŠุฆุงุช ุชุถุงุนู ููŠู‡". "ุงู„ุฏูŠู„ู…ูŠ، ูˆููŠู‡: ุฅุณุญุงู‚ ุจู† ู†ุฌูŠุญ".
90- ุนู† ุนู„ูŠ ู‚ุงู„: "ู„ู…ุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ู‚ุงู… ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูˆุฃุซู†ู‰ ุนู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ูˆู‚ุงู„: ุฃูŠู‡ุง ุงู„ู†ุงุณ ู‚ุฏ ูƒูุงูƒู… ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุนุฏูˆูƒู… ู…ู† ุงู„ุฌู†، ูˆูˆุนุฏูƒู… ุงู„ุฅุฌุงุจุฉ ูˆู‚ุงู„: {ุงุฏْุนُูˆู†ِูŠ ุฃَุณْุชَุฌِุจْ ู„َูƒُู…ْ} ุฃู„ุง ูˆู‚ุฏ ูˆูƒู„ ุงู„ู„ู‡ ุนุฒ ูˆุฌู„ ุจูƒู„ ุดูŠุทุงู† ู…ุฑูŠุฏ ุณุจุนุฉ ู…ู† ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ูู„ูŠุณ ุจู…ุญู„ูˆู„ ุญุชู‰ ูŠู†ู‚ุถูŠ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู†، ุฃู„ุง ูˆุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุณู…ุงุก ู…ูุชุญุฉ ู…ู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู†ู‡ ูˆุงู„ุฏุนุงุก ููŠู‡ ู…ู‚ุจูˆู„ ุญุชู‰ ุฅุฐุง ูƒุงู† ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู†ู‡ ู…ู† ุงู„ุนุดุฑ ุดู…ุฑ ุงู„ู…ูŠุฒุฑ ูˆุฎุฑุฌ ู…ู† ุจูŠู†ู‡ู†، ูˆุงุนุชูƒู ูˆุฃุญูŠู‰ ุงู„ู„ูŠู„، ู‚ูŠู„: ูˆู…ุง ุดุฏ ุงู„ู…ูŠุฒุฑ؟ ู‚ุงู„: ูƒุงู† ูŠุนุชุฒู„ ุงู„ู†ุณุงุก ููŠู‡ู†". "ุงู„ุฃุตุจู‡ุงู†ูŠ ููŠ ุงู„ุชุฑุบูŠุจ".
91- ุนู† ุฃุจูŠ ุฃู…ุงู…ุฉ ู‚ุงู„: "ุฃุชูŠุช ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูู‚ู„ุช ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ู…ุฑู†ูŠ ุจุนู…ู„ ูŠุฏุฎู„ู†ูŠ ุงู„ุฌู†ุฉ، ู‚ุงู„: ุนู„ูŠูƒ ุจุงู„ุตูˆู… ูุฅู†ู‡ ู„ุง ุนุฏู„ ู„ู‡، ุซู… ุฃุชูŠุชู‡ ุซุงู†ูŠุง ูู‚ุงู„: ุนู„ูŠูƒ ุจุงู„ุตูˆู… ูุฅู†ู‡ ู„ุง ุนุฏู„ ู„ู‡ . "ุงุจู† ุงู„ู†ุฌุงุฑ".
92- "ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ู‚ุงู„: ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ู…ู† ุตุงู… ูŠูˆู…ุง ู…ู† ุฑู…ุถุงู† ูุณู„ู… ู…ู† ุซู„ุงุซุฉ ุถู…ู†ุช ู„ู‡ ุงู„ุฌู†ุฉ، ูู‚ุงู„ ู„ู‡ ุฃุจูˆ ุนุจูŠุฏุฉ ุงุจู† ุงู„ุฌุฑุงุญ: ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุฃุนู„ู‰ ู…ุง ููŠู‡ ุณูˆู‰ ุงู„ุซู„ุงุซุฉ؟ ู‚ุงู„: ุฃุนู„ู‰ ู…ุง ููŠู‡ ุณูˆู‰ ุงู„ุซู„ุงุซุฉ: ู„ุณุงู†ู‡ ูˆุจุทู†ู‡ ูˆูุฑุฌู‡". "ูƒุฑ".
93- "ุนู† ุฃู… ุนู…ุงุฑุฉ ุฃู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฃุชุงู‡ุง ูู†ุงุจ ุฑุฌุงู„ ู…ู† ุฃู‡ู„ู‡ุง ูˆุจู†ูŠ ุนู…ุชู‡ุง ูุฃุชุชู‡ู… ุจุชู…ุฑ ูุฃูƒู„ูˆุง ูˆุงุนุชุฒู„ ุฑุฌู„ ู…ู†ู‡ู… ูู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…: ู…ุง ู„ูƒ ู„ุง ุชุฃูƒู„؟ ูู‚ุงู„: ุฅู†ูŠ ุตุงุฆู…، ูู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…: ุฃู…ุง ุฅู†ู‡ ู„ูŠุณ ู…ู† ุตุงุฆู… ูŠุฃูƒู„ ุนู†ุฏู‡ ู…ูุงุทูŠุฑ ุฅู„ุง ุตู„ุช ุนู„ูŠู‡ ุงู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ู…ุง ุฏุงู…ูˆุง ูŠุฃูƒู„ูˆู†". "ุงุจู† ุฒู†ุฌูˆูŠู‡".
94- ุนู† ุฃุจูŠ ุฌุนูุฑ ุจู† ุนู„ูŠ ู‚ุงู„: "ูƒุงู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฅุฐุง ุงุณุชู‡ู„ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุงุณุชู‚ุจู„ู‡ ุจูˆุฌู‡ู‡، ุซู… ูŠู‚ูˆู„: ุงู„ู„ู‡ู… ุฃู‡ู„ู‡ ุนู„ูŠู†ุง ุจุงู„ุฃู…ู† ูˆุงู„ุฃูŠู…ุงู† ูˆุงู„ุณู„ุงู…ุฉ ูˆุงู„ุฅุณู„ุงู… ูˆุงู„ุนุงููŠุฉ ุงู„ู…ุฌู„ู„ุฉ ูˆุฏูุงุน ุงู„ุฃุณู‚ุงู…، ูˆุงู„ุนูˆู† ุนู„ู‰ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุงู„ุตูŠุงู… ูˆุชู„ุงูˆุฉ ุงู„ู‚ุฑุขู†، ุงู„ู„ู‡ู… ุณู„ู…ู†ุง ู„ุฑู…ุถุงู†، ูˆุณู„ู…ู‡ ู„ู†ุง، ูˆุณู„ู…ู‡ ู…ู†ุง ุญุชู‰ ูŠุฎุฑุฌ ุฑู…ุถุงู† ูˆู‚ุฏ ุบูุฑุช ู„ู†ุง ูˆุฑุญู…ุชู†ุง ูˆุนููˆุช ุนู†ุง، ุซู… ูŠู‚ุจู„ ุนู„ู‰ ุงู„ู†ุงุณ ุจูˆุฌู‡ู‡ ููŠู‚ูˆู„: ุฃูŠู‡ุง ุงู„ู†ุงุณ ุฅู†ู‡ ุฅุฐุง ุฃู‡ู„ ู‡ู„ุงู„ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ุบู„ุช ููŠู‡ ู…ุฑุฏุช ุงู„ุดูŠุงุทูŠู† ูˆุบู„ู‚ุช ุฃุจูˆุงุจ ุฌู‡ู†ู…، ูˆูุชุญุช ุฃุจูˆุงุจ ุงู„ุฑุญู…ุฉ، ูˆู†ุงุฏู‰ ู…ู†ุงุฏ ู…ู† ุงู„ุณู…ุงุก ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ู‡ู„ ู…ู† ุชุงุฆุจ؟ ู‡ู„ ู…ู† ู…ุณุชุบูุฑ؟ ุงู„ู„ู‡ู… ุงุนุท ูƒู„ ู…ู†ูู‚ ุฎู„ูุง، ูˆูƒู„ ู…ู…ุณูƒ ุชู„ูุง ุญุชู‰ ุฅุฐุง ูƒุงู† ูŠูˆู… ุงู„ูุทุฑ ู†ุงุฏู‰ ู…ู†ุงุฏ ู…ู† ุงู„ุณู…ุงุก ู‡ุฐุง ูŠูˆู… ุงู„ุฌุงุฆุฒุฉ ูุงุบุฏูˆุง ูุฎุฐูˆุง ุฌูˆุงุฆุฒูƒู…. ู‚ุงู„ ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุนู„ูŠ ู„ุง ุชุดุจู‡ ุฌูˆุงุฆุฒ ุงู„ุฃู…ุฑุงุก". "ูƒุฑ".
95- "ุนู† ุนุจุฏ ุงู„ุฑุญู…ู† ุจู† ุนูˆู ุฃู† ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฐูƒุฑ ุฑู…ุถุงู† ููุถู„ู‡ ุนู„ู‰ ุงู„ุดู‡ูˆุฑ ุจู…ุง ูุถู„ู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุฅู† ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูƒุชุจ ุงู„ู„ู‡ ุตูŠุงู…ู‡ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุณู„ู…ูŠู† ูุฑุถุง، ูˆุณู†ู†ุช ู„ูƒู… ู‚ูŠุงู…ู‡، ูู…ู† ุตุงู…ู‡ ุฅูŠู…ุงู†ุง ูˆุงุญุชุณุงุจุง ุฎุฑุฌ ู…ู† ุฐู†ูˆุจู‡ ูƒูŠูˆู… ูˆู„ุฏุชู‡ ุฃู…ู‡". "ุงุจู† ุฒู†ุฌูˆูŠู‡".
96- "ู…ุณู†ุฏ ุฃู†ุณ ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡" ุณุฆู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุนู† ุฃูุถู„ ุงู„ุตูŠุงู… ูู‚ุงู„: "ุตูŠุงู… ุดุนุจุงู† ุชุนุธูŠู…ุง ู„ุฑู…ุถุงู† ูู‚ูŠู„: ูุฃูŠ ุงู„ุตุฏู‚ุฉ ุฃูุถู„؟ ู‚ุงู„: ุตุฏู‚ุฉ ููŠ ุฑู…ุถุงู†". "ุงุจู† ุดุงู‡ูŠู† ููŠ ุงู„ุชุฑุบูŠุจ".
97- ุนู† ุฃู†ุณ ู‚ุงู„: "ุงุฑุชู‚ู‰ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุนู„ู‰ ุงู„ู…ู†ุจุฑ ูู‚ุงู„: ุขู…ูŠู† ุซู… ุงุฑุชู‚ู‰ ุซุงู†ูŠุฉ ูู‚ุงู„: ุขู…ูŠู†، ุซู… ุงุฑุชู‚ู‰ ุซุงู„ุซุฉ ูู‚ุงู„: ุขู…ูŠู†، ุซู… ุงุณุชูˆู‰ ูู‚ุงู„: ุขู…ูŠู†، ูู‚ุงู„ ุฃุตุญุงุจู‡ ุนู„ู‰ ู…ุง ุฃู…ู†ุช ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡؟ ู‚ุงู„: ุฃุชุงู†ูŠ ุฌุจุฑูŠู„ ูู‚ุงู„: ูŠุง ู…ุญู…ุฏ ุฑุบู…  ุฃู†ู ุงู…ุฑุฆ ุฐูƒุฑุช ุนู†ุฏู‡ ูู„ู… ูŠุตู„ ุนู„ูŠูƒ، ูู‚ู„ุช ุขู…ูŠู†، ุซู… ู‚ุงู„: ุฑุบู… ุฃู†ู ุงู…ุฑุฆ ุฃุฏุฑูƒ ูˆุงู„ุฏูŠู‡ ุฃูˆ ุฃุญุฏู‡ู…ุง ูู„ู… ูŠุฏุฎู„ุงู‡ ุงู„ุฌู†ุฉ، ู‚ู„ุช ุขู…ูŠู†، ูˆู‚ุงู„: ุฑุบู… ุฃู†ู ุงู…ุฑุฆ ุฃุฏุฑูƒ ุดู‡ุฑ ุฑู…ุถุงู† ูู„ู… ูŠุบูุฑ ู„ู‡، ูู‚ู„ุช ุขู…ูŠู†". "ุงุจู† ุงู„ู†ุฌุงุฑ"
98- ุนู† ุฃู†ุณ ู‚ุงู„: ู„ู…ุง ู‚ุฑุจ ุฑู…ุถุงู† ุฎุทุจู†ุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุนู†ุฏ ุตู„ุงุฉ ุงู„ู…ุบุฑุจ ุฎุทุจุฉ ุฎููŠูุฉ ูู‚ุงู„: ุงุณุชู‚ุจู„ูƒู… ุฑู…ุถุงู† ูˆุงุณุชู‚ุจู„ุชู…ูˆู‡ ุฃู„ุง ูˆุฅู†ู‡ ู„ุง ูŠุจู‚ู‰ ุฃุญุฏ ู…ู† ุฃู‡ู„ ุงู„ู‚ุจู„ุฉ ุฅู„ุง ุบูุฑ ู„ู‡ ุฃูˆู„ ู„ูŠู„ุฉ ู…ู† ุฑู…ุถุงู†" . "ุงุจู† ุงู„ู†ุฌุงุฑ".
99- ุงู„ุตูŠุงู… ุฌู†ุฉ . (ุญู…  ู† ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ).
100- ู†ูˆู… ุงู„ุตุงุฆู… ุนุจุงุฏุฉ، ูˆุตู…ุชู‡ ุชุณุจูŠุญ، ูˆุนู…ู„ู‡ ู…ุถุงุนู ูˆุฏุนุงุคู‡ ู…ุณุชุฌุงุจ، ูˆุฐู†ุจู‡ ู…ุบููˆุฑ. (ู‡ุจ ุนู† ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ุฃุจูŠ ุฃูˆูู‰).

ุชู†ุจูŠู‡ : ู‡ุฐู‡ ุงู„ุฃุฌุงุฏูŠุซ ู…ุฎุชู„ุทุฉ ุจูŠู† ุงู„ุตุฌูŠุฌ ูˆ ุงู„ุฌุณู† ูˆ ุงู„ุถุนูŠู ูˆ ู…ุง ุฏูˆู†ู‡.