Oleh : Abdul Wahab Naf’an
Pendahuluan
Mengenal Balaghah berarti mengenal kehidupan bangsa Arab serta mengetahui mutu peradaban dan kemajuan akal orang orang Arab yang kemudian dilanjutkan oleh Islam. Karena balaghah adalah seni keindahan bahasa Arab, sebagaimana juga bangsa lain yang mempunyai seni keindahan dalam bahasa mereka.
Dalam tulisan singkat ini penulis sebagian besar mengambil dari kitab Albalaghah, Ususuha wa Ulumuha wa Fununuha, karya Abdurrahman Hasan yang diterbitkan oleh Darul Qalam, Damaskus, 1996 – 1416 dan mengambil dari kitab kitab yang lain yang bertujuan untuk mendekatkan pengertian Balaghah secara aplikatif. Sehingga pembaca mampu mendapatkan manfaat mempelajari ilmu ini.
Balaghah dalam segi Bahasa
Balaghah berasal dari balagho yang berarti mencapai target. Jadi, Balaghah secara etymology berarti mencapai target serta tujuan dari sebuah ucapan yang indah dan fasih. Seseorang yang baligh dalam ilmu balaghah adalah orang telah tercapai tujuannya karena fasih serta indah bicaranya yang ungkapan bicaranya itu mampu mencapai hati orang yang ditujunya.
Ibarat seorang pemuda yang menyampaikan isi hatinya kepada seorang gadis, tujuan pemuda itu adalah mencuri hati sang gadis. dengan kata kata yang indah dan penuh makna, pemuda itu berhasil mencapai tujuannya.
Begitu juga, anak yang baligh dalam ilmu Fiqh adalah anak yang telah sampai masanya. Karena ketika baligh mulailah dia diwajibkan mengerjakan kewajiban kewajiban agama. Sesuatu yang baligh adalah sesuatu yang sukses memenuhi target yang dituju.
Jadi, balaghah itu adalah predikat bagi person dan juga ucapannya.
Dari sisi ini, kita mengetahui bahwa, ilmu Balaghah berguna sekali bagi para diplomat yang memperjuangkan kepentingan bangsa, dan para pemimpin yang memperjuangkan kepentingan rakyat dalam menghadapi para penguasa yang dzalim, dan juga bagi para da’i yang berdakwah serta berusaha mempengaruhi masyarakat agar mau melaksanakan agama Islam.
Ucapan yang baligh secara terminology
Ucapan yang baligh adalah ucapan yang sesuai dengan kondisi dan situasi, baik sesuai dengan orang yang diajak bicara serta tempat dia berbicara dan segala situasi yang menyertainya.
Ilmu Balaghah bertujuan untuk menyampaikan makna secara jelas dan sempurna ke dalam hati pembaca atau pendengar. Ungkapan yang indah adalah ungkapan yang mampu menceritakan kegembiraan yang dahsyat atau kekaguman serta ketakutan yang dikemas dengan indah. Keindahan inilah yang berasal dari sang pembicara yang mampu mengungkapkan apa yang ada di dalam hati kita secara dalam dan sempurna. Seakan akan ada makna yang melayang layang dan belum jelas dalam hati kita. Kemudian datanglah pembicara ini yang mampu membangkitkan perasaan yang kita rasakan itu.
Ucapan orang yang alim dan orang yang bodoh pasti berbeda. Sebagamana kita melihat perbedaan antara ucapan manusia dan kalam Ilahi. Dari kata kata, kita bisa menilai mutu dan kedalaman ilmu orang yang mengatakannya. Dan kita bisa mengetahui spesialisasi seseorang juga lewat kata kata yang diucapkannya.
Betapa kita merasakan sendiri bagaimana sulitnya meniru para orator yang mampu menyampaikan orasi dengan begitu tepat dan begitu sempurna. Hal itu ditandai dengan tersentuhnya hati para pendengar setelah mendengar ucapannya.
Seperti yang terlihat dari ucapan orator ulung Sukarno yang konon menjadi idola dari Adolf Hitler dan Fidel Castro. Sampai saat ini, orang orang Indonesia belum bisa menyaingi pidato Bung Karno yang padat berisi serta menyentuh hati.
Begitu juga seorang Gus Dur yang dikenal bisa meletakkan kata kata selalu sesuai dengan audiennya. Ibarat kata, bila berbicara dengan orang orang kampung, beliau menggunakan bahasa yang mereka paham dan terbukti mereka ikuti yang menandakan bahwa kata kata Gus Dur itu ber”yoni”. Sebaliknya, bila bertemu dengan para ilmuwan atau para pemimpin dunia, beliau mampu membuat mereka angkat topi akan kadar keilmuan Gus Dur yang tinggi. Likulli maqomin Maqoolun, setiap situasi mempunyai pasangan bahasa yang tertentu. Cukuplah, kita melihat para peziarah makam Gus Dur untuk melihat berapa banyak orang yang terpengaruh oleh kata kata dan pendapat beliau. Dan ide seseorang, tidak mungkin bisa terserap masyarakat bila bahasanya tidak baligh.
Ilmu Balaghah dalam Bahasa Arab
Definisi:
Bahasa yang sesuai dengan SIKON (situasi dan kondisi) dan fasih.
Pemilihan kata, dan penguasaan situasi dan kondisi memiliki arti yang penting dalam ilmu Balaghah. Oleh karena itu, memahami audien adalah memahami latar belakang dan psikologi mereka secara komperehensif.
Jadi ilmu balaghah bukan hanya menilai tingginya sebuah bahasa. Karena bisa jadi, saking tingginya bahasa yang dipakai seseorang, sampai orang yang mendengarnya, yang pengetahuannya rendah malah tidak paham dan justru misi dari ucapan itu gagal.
Kemudian fasih dalam bahasa Arab berarti: kejelasan maksud dan sesuai dengan gramatik Bahasa Arab.
Maksudnya, kata kata yang susah untuk dipahami orang lain, akan membuat maksud si pembicara menjadi tidak jelas. Begitu juga, bila kata kata tidak sesuai dengan kaedah bahasa Arab, yaitu kaedah Nahwu dan Sharaf, maka kata kata itu tidak fasih dan orang yang mengatakannya bukan orang yang fasih.
Aplikasi Ilmu Balaghah
Nah, karena ilmu Balaghah adalah sebuah ilmu untuk mempengaruhi orang lain lewat kata kata, maka, dalam ilmu balaghah ada tiga unsur yang dipelajari. Yaitu:
Ilmu Ma’ani.
Ilmu Bayan.
Ilmu Badi’.
Tiga unsur inilah yang menjadi senjata yang ampuh untuk mempengaruhi orang lain.
Yang pertama: Ilmu Ma’ani
Bila seorang ahli nahwu melihat kata kata dari segi I’rob dan apa yang harus dan boleh diterapkan dalam menyusun sebuah kalimat serta makna makna yang ditunjukkan oleh beberapa bentuk isim dan fi’il serta jumlah (kalimat), dan jika seorang ahli shorof memperhatikan kata kata bahasa Arab dari segi susunan (bina’) dan ketentuannya serta perbedaan makna makna yang terkandung dalam sighat kata yang berbeda, kadangkala dua ahli tersebut sama objeknya.
Adapun seorang ahli balaghah, maka dia menfokuskan perhatiannya sekitar makna makna yang ditunjukkan oleh kalimat dan jumlah. Begitu juga dia akan memperhatikan susunan kalimat yang dinamai “induk” dan yang lainnya sebagai cabang. Serta mencari maksud dari kata yang didahulukan ataupun diakhirkan. Dan mencari makna dibalik pembuangan serta penyebutan sebuah kalimat atau sebuah jumlah. Dan mengetahui kenapa harus menggunakan kata kata yang ringkas. Dan mengetahui maksud dari pemilihan macam kata seperti menggunakan isim dlamir sebagai pengganti dari isim dzahir atau sebaliknya dan lain sebagainya.
Singkatnya, seorang ahli balaghah sangat memperhatikan makna dari setiap pilihan kata serta pilihan bentuk jumlah serta segala kemungkinan bentuk penggunaan bahasa Arab untuk memenuhi tujuan dari kalimat itu.
Ilmu Ma’ani sendiri sebagai salah satu cabang ilmu Balaghah adalah ilmu yang menjaga dari kesalahan dalam menyampaikan makna yang diinginkan seorang pembicara kepada pendengar.
Lebih jelasnya, definisi ilmu Ma’ani adalah: ilmu yang membantu untuk mengetahui bentuk bentuk ucapan bahasa Arab yang membantu dalam memilih kata kata dan jumlah yang sesuai dengan situasi dan kondisi orang orang yang diajak bicara. Dengan harapan ucapannya menjadi baligh.
Ilmu ini berkutat sekitar jumlah mufidah beserta unsurnya, dan meneliti saat yang tepat untuk menggunakan “penyebutan” dan pembuangan, serta “mendahulukan” dan “mengakhirkan”, serta saat yang tepat menggunakan nakiroh atau ma’rifat atau muthlak dan muqoyyad. Dan penggunaan taukid dan lain sebagainya.
Secara ringkas ilmu Ma’ani membahas beberapa hal yaitu:
Kalam insya’ dan kalam khobar.
Musnad dan musnad ilaih beserta seserupaannya.
Ijaz, ithnab dan musawah.
Fasl wasl dan hashr.
Sebenarnya, untuk menerangkan ilmu ma’ani meskipun secara global terdiri dari empat bab di atas, membutuhkan berpuluh puluh lembar. Dan tidak mungkin penulis menuntaskan itu semua dalam tulisan yang singkat ini. Akan tetapi, sesuai dengan kaidah ma la yudroku kulluhu la yutroku kulluhu, bila tidak bisa semuanya, maka jangan meninggalkan semuanya. Meskipun sedikit, barangkali bermanfaat bagi pembaca sehingga pembaca yang penasaran akan mencari kelanjutannya.
Contoh singkat menggunakan ilmu Ma’ani dalam memahami makna dari sebuah jumlah dalam bahasa Arab:
Kalimat نعبد الله (kami menyembah Allah) Jumlah ini bermakna: Kami menyembah Allah. Karena berupa kalam khabar memberi faedah agar pendengar mengetahui bahwa mereka menyembah Allah. Akan tetapi, dari jumlah ini, masih ada kemungkinan bukan hanya Allah yang disembah. Oleh karena itu digunakan kalimat.
الله نعبد (Hanya kepada Allah kami menyembah) karena mendahulukan kata (Allah) yang menjadi maf’ul bih yang menurut tartib asalnya bertempat setelah fi’il dan fa’ilnya.
Perhatikan perbedaannya. Dengan kalimat yang sama, tetapi karena perbedaan cara menempatkan maf’ul, maka maknanya menjadi berbeda juga. Ini salah satu aplikasi dari ilmu Ma’ani yang sangat berguna sekali. Karena faedah dari ilmu Ma’ani adalah: mengetahui bahwa setiap urutan (tartib) mempunyai makna khusus, di situ ada makna yang tidak dipunyai oleh tartib lain. Dan jika terjadi sebuah perubahan dari susunan kalimat baik taqdim atau ta’khir, pembuangan atau penyebutan, penggunaan taukid atau meninggalkannya, hal itu semua akan memberi perubahan juga pada maknanya.
Yang kedua: Ilmu Bayan
Al-bayan adalah satu nama bagi segala sesuatu yang sudah terbuka dan sudah dimengerti maknanya. Karena misi dari ucapan adalah faham dan memberi faham. Sebenarnya, Al-bayan diucapkan bagi sebuah arti “jelas” dan terbukanya suatu makna yang ada di dalam hati yang digambarkan di dalamnya, untuk memudahkan memahami dan memperjelas pikiran orang yang diajak bicara.
Jadi Ilmu Bayan adalah: Ilmu yang mempelajari tentang kaidah kaidah yang membantu kita mendatangkan satu makna dengan berbagai cara dan berbagai susunan. Dan masing masing susunan ada yang jelas dan ada yang sangat jelas.
Objek ilmu ini adalah : Tasybih, Majaz dan Kinayah.
Saya beri contoh, cara mendatangkan satu makna dengan berbagai cara dari tasybih (Perumpamaan), seperti sifat dermawan bagi Zaid.
Zaid bagaikan lautan dalam kedermawanan. (disebutkan semuanya)
Zaid itu seperti lautan. (sifat dermawan tidak disebutkan).
Zaid itu adalah Lautan. (sama sekali tidak menyebutkan kata persamaan.
Ketiga susunan kalimat di atas disusun secara berbeda. Masing masing ada yang sangat jelas, jelas dan kurang jelas. Karena kalimat yang pertama lebih jelas daripada kalimat yang kedua dan ketiga karena menyebutkan Wajh Syibh (aspek persamaan) dan Adatut Tasybih (Alat persamaan). Sedangkan kalimat yang kedua, tentu lebih jelas dari yang ketiga. Karena menyebutkan Adatut Tasybih. Berbeda dengan kalimat yang ketiga yang membuang wajh dan adatut Tasybih. Jadi, kalimat yang ketiga itu dibawah dari yang lainnya di dalam “kejelasan” maknanya.
Begitu pula di dalam bab majaz dan kinayah, masing masing mempunyai tangga tingkat kejelasan makna.
Yang ketiga: Ilmu Badi’ Para ahli balaghah ternyata menemukan di dalam teks teks yang memuat kata kata yang baligh yang mempunyai nilai sastra yang tinggi percikan percikan keindahan kata dan makna yang sulit untuk dimasukkan ke dalam ilmu Ma’ani dan ilmu Bayan. Sehingga mereka mengumpulkan keindahan keindahan itu di dalam satu kata “Ilmu Badi’. Mereka membagi dua, Muhsinat Lafdziyyah bagi keindahan kata, dan Muhsinat Ma’nawiyyah bagi keindahan makna.
Jadi, Ilmu Badi’ adalah ilmu yang membantu untuk mengetahui segala sesuatu yang membuat kata kata dan makna indah dan sedap didengar yang lagi lagi harus yang sesuai dengan SIKON. Karena berbagai macam bentuk keindahan ini dianggap indah bagi ucapan jika sudah memenuhi syarat yaitu “Sesuai dengan SIKON”. Kalau tidak, maka itu seperti mengalungi Babi dengan kalung Permata. Kalungnya bagus dan indah, akan tetapi yang dikalungi adalah hewan yang najis dan menjijikkan.
Mengenai Muhsinat Lafdziyyah, yang dimaksud adalah memperindah lafadz (kata) walaupun secara otomatis makna akan ketularan menjadi indah juga. Akan tetapi tujuan utamanya adalah lafadz itu sendiri bukan makna.
Jika sebaliknya, yang menjadi pokok tujuan adalah memperindah makna, maka dinamakan Muhsinat Ma’nawiyah.
Para Ahli Badi’ berkata bahwa orang yang pertama kali mengumpulkan fan ini adalah Abdullah ibnul Mu’taz (sang Khalifah Abbasiyah) (274H) karena dia telah menulis kitabnya yang berjudul “Al-Badi’). Di dalam kitab tersebut beliau menyebutkan 27 macam Muhsinat.
Kemudian setelah beliau, ada Ja’far Bin Qudamah yang merupakan salah satu Begawan para penulis dari Baghdad (319H). Beliau mengarang kitab (Naqdu Qudamah) yang menyebutkan di dalamnya 31 macam Muhsinat, sebagai penyempurna dari apa yang telah disebutkan oleh Abdullah Ibnul Mu’taz.
Kemudian datang masa Abu Hilal al-Askary(395H) yang mengumpulkan 37 macam Badi’.
Lalu Ibnu Rastiq Al-Qoirowany yang mengumpulkan hamper 27 macam Badi’ dalam kitabnya bernama (Al-Umdah).
Setelah itu Syarofuddin At-Tifasyi yang berasal dari Afrika dan belajar di Mesir yang mempunyai beberapa karangan tentang Badi’. Disusul oleh Abdul Adzim yang terkenal dengan sebutan Ibnu Abil Ishba’ al-Udwani, seorang penyair arab yang mempunyai bebrapa karangan bagus diantaranya “Badi’ul Quran” tentang macam macam badi’ yang terdapat di dalam al-Qur’an. Dan beliau mampu menyebutkan 90 macam Badi’ di dalam al-Qur’an.
Demikian sekilas tentang Ilmu Balaghah.